Tetapi bagi banyak pekerja seks, paket tersebut menawarkan sedikit kepastian -- dan aturan kelayakannya tampak buram dan membatasi. Beberapa tidak yakin bagaimana mengajukan tunjangan tanpa keluar secara efektif.
"(Pemerintah) belum jelas mengatakan mereka akan membantu semua orang," kata Akiko, "Ada banyak orang yang tidak bisa makan dan bertahan hidup tanpa bekerja."
Pelacuran, atau pertukaran hubungan seksual untuk uang, dikriminalisasi di Jepang - tetapi jenis pekerjaan seks tertentu lainnya adalah legal. Aneh memang. Tapi itulah kenyataan yang ada di Jepang.
Industri seks di Jepang menghasilkan sekitar 24 miliar USD per tahun, menurut Havocscope, sebuah organisasi penelitian di pasar gelap global.
Akiko bekerja di industri "kesehatan pengiriman" (delivery) yang diizinkan secara hukum, sebuah eufemisme untuk layanan pendamping yang menghentikan hubungan seksual. Bentuk populer lain dari pekerjaan seks legal adalah "kesehatan mode" (fashion health) yang menawarkan layanan seperti seks oral di panti pijat.
Ketika pemerintah Jepang mulai menyusun paket bantuan, itu mengecualikan mereka yang secara hukum berada di industri hiburan dan seks dewasa -- menuai kritik dari para aktivis dan anggota oposisi, yang menyebut pengecualian itu sebagai "diskriminasi pekerjaan."
"Jangan mengecualikan pekerja seks dari menerima uang dukungan. Kami ingin pekerja seks dan anak-anak mereka dilindungi, seperti pekerja lain dan anak-anak mereka," kata organisasi advokasi Jepang Sex Work And Sexual Health (SWASH) dalam sebuah surat kepada pemerintah pada 2 April 2021.
Para pejabat membalikkan arah, mengumumkan beberapa hari kemudian bahwa rencana yang diusulkan akan mencakup mereka yang bekerja secara legal di industri seks.
Di bawah pedoman yang disusun, agen pekerja seks dan majikan dapat menerima subsidi bagi mereka yang harus tinggal di rumah untuk merawat anak-anak selama penutupan sekolah.
Pekerja seks juga dapat mengajukan permohonan bantuan tunai, tersedia untuk orang-orang yang kehilangan penghasilan karena virus corona.
Namun langkah tersebut terus mempolarisasi opini publik di Jepang, di mana sikap terhadap seks dan pekerjaan seks cenderung condong konservatif secara sosial, dengan beberapa tokoh masyarakat -- termasuk penghibur TV terkenal -- memprotes penggunaan uang pembayar pajak untuk mendukung pekerja seks.
Kehidupan yang penuh pro kontra di tengah masyarakat Jepang itu tetap harus dijalankan oleh pekerja seks sehingga umumnya di dunia nyata mereka berusaha menyembunytinya jadi diri yang sebenarnya sebagai pekerja seks ketimbang di ijime (buli) nantinya oleh masyarakat lingkungan di mana di tinggal.
Namun bantuan (subsidi) pemerintah pun juga jadi hal yang cukup merepotkan bagi mereka karena memang umumnya tidak bayar pajak. Lalu bagaimana mengajukan aplikais bagi pekerja seks.
Akhirnya banyak diakali para yakuza di Jepang dengan berpura-pura sebagai karyawan perusahaan mereka supaya akhirnya dapat uang subsidi dati pemerintah.