TRIBUNNEWS.COM - Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengatakan ia telah memerintahkan pasukan keamanan untuk "menembak tanpa peringatan", sebagai bentuk tindakan kerasnya atas aksi protes.
Dilansir BBC.com, Tokayev juga mengatakan "20.000 bandit" telah menyerang kota utama Almaty, pusat aksi demonstrasi yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar.
Ia menyebut para demonstran yang berbuat kerusuhan sebagai bandit atau teroris yang dilatih di luar negeri, meski tidak memberikan bukti.
Kementerian dalam negeri mengatakan 26 "penjahat bersenjata" dan 18 petugas keamanan telah tewas sejauh ini dalam kerusuhan itu.
Dalam pidato yang disiarkan di TV, Tokayev menolak seruan untuk mengadakan pembicaraan dengan pengunjuk rasa.
Baca juga: Terima Arahan Menlu, KBRI Nur Sultan Sediakan Nomor Hotline Respons Situasi Darurat di Kazakhstan
Baca juga: Apa yang Terjadi di Kazakhstan? Begini Awal Mula Terjadinya Kerusuhan dan Bagaimana Respons Rusia
Ia mengatakan, "Pembicaraan macam apa yang bisa kita lakukan dengan penjahat dan pembunuh?"
"Kami harus menghadapi bandit bersenjata, lokal maupun asing. Lebih tepatnya, dengan teroris."
"Jadi kami harus menghancurkan mereka, ini akan segera dilakukan," katanya.
Sementara itu, kelompok oposisi telah menyangkal tuduhan bahwa kerusuhan yang terjadi merupakan bentuk terorisme.
Apa yang Terjadi di Kazakhstan? Begini Awal Mula Terjadinya Kerusuhan dan Bagaimana Respons Rusia
Protes terhadap kenaikan harga bahan bakar di Kazakhstan sejak 2 Januari 2022 telah menyebabkan krisis politik di negara pecahan Uni Soviet itu.
Pemerintah (kabinet) mengundurkan diri pada 5 Januari atas perintah Presiden Kassym-Jomart Tokayev ketika aksi protes berubah menjadi kekerasan di beberapa kota, kota kecil dan desa di negara Asia Tengah.
Demonstran menyerbu kantor walikota di Almaty, kota terbesar di negara itu.
Mereka berusaha masuk ke kediaman presiden, menurut laporan berita lokal.