Badai itu menimbulkan risiko bagi setidaknya bagi 4,4 juta orang, kata Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC).
Negara bekas koloni Prancis di lepas pantai tenggara Afrika itu berada di tengah-tengah musim hujan selama enam bulan yang sering mengakibatkan korban dan kerusakan yang meluas.
Pada tahun 2018, negara itu mengalami pukulan ganda dengan Topan Ava yang menewaskan 51 orang pada Januari dan badai tropis Eliakim yang menyebabkan 20 orang tewas dua bulan kemudian.
Pada Maret 2017, sedikitnya 78 orang tewas akibat Topan Enawo.
Pemanasan global telah meningkatkan risiko banjir dan badai tropis, karena atmosfer menahan lebih banyak air dan pola curah hujan terganggu.
Bagian selatan Madagaskar mengalami kekeringan terburuk dalam empat dekade.
Baca juga: Topan Rai Hancurkan 1,5 Juta Rumah di Filipina, Kerugian Capai Rp 11 Triliun
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin Afrika di Addis Ababa pada hari Minggu bahwa benua itu mengalami dampak terburuk dari fenomena yang terkait dengan pemanasan global seperti kekeringan, banjir dan angin topan.
"Meskipun tidak bertanggung jawab menyebabkan perubahan iklim, orang Afrikalah yang menanggung beban dan biayanya," katanya.
Baca juga artikel lain terkait Madagaskar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)