Rusia juga mengklaim rekaman mayat yang ditampilkan tidak menunjukkan noda mayat (cadaver stains) atau bekas pembunuhan yang jelas.
Namun, Moskow enggan mengelaborasi lebih jauh.
Menurut ahli patologi forensik yang berbicara dengan BBC, bekas pembunuhan dari seseorang bisa sangat bervariasi tergantung penyebab kematiannya.
Genangan darah tak mesti muncul secara kentara usai seseorang ditembak. Mengingat mayat-mayat yang ditampilkan banyak yang memakai jaket musim dingin, pakaian itu bisa jadi menyerap darah.
Kulit jenazah pun umumnya berubah kemerahan atau ungu setelah darah berhenti bersirkulasi.
Akan tetapi, jika jenazah dipotret dalam kondisi terbaring seperti di Bucha, bekas genangan darah atau perubahan warna kulit kemungkinan tidak terlihat hanya dari foto.
Klaim tidak ada warga sipil yang menjadi korban pasukan Rusia
Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim tidak ada satu pun warga sipil yang menjadi korban kekerasan selama pendudukan pasukan Rusia.
Akan tetapi, klaim itu dibantah oleh banyak keterangan saksi mata warga setempat.
Kepada organisasi Human Rights Watch, seorang guru di Bucha mengaku melihat lima orang dijejerkan Rusia dan dieksekusi.
Kristina, seorang warga Bucha yang diwawancara The Insider pun memberi kesaksian serupa. Menurutnya, warga akan “ditembak jika meninggalkan rumah.”
Warga Bucha menuduh Rusia mengeksekusi pria tak bersenjata karena curiga mereka pernah bertempur melawan separatis Donbass atau sekadar “memiliki tato lambang nasional Ukraina.”
Rusia juga mengklaim mayat-mayat di Bucha baru ada setelah pasukan Ukraina merebut daerah itu. Namun, menurut citra satelit Maxar Technologies, mayat-mayat itu telah dibiarkan di tempat terbuka selama beberapa pekan.
Maxar merilis citra satelit di Bucha dari tanggal 19 Maret yang menunjukkan mayat-mayat terbaring di jalanan. Lokasi mayat-mayat itu dikonfirmasi sesuai dalam rekaman video.