TRIBUNNEWS.COM - Di tengah perayaan Idul Fitri 2022, warga Afghanistan berjuang untuk menyediakan makanan gratis karena krisis kemanusiaan yang masih terjadi.
Umat muslim di seluruh Afghanistan merayakan Idul Fitri pada hari Minggu, tetapi bagi jutaan orang Afghanistan, hari itu adalah hari lain dari perjuangan untuk mendapatkan makanan.
Menurut data PBB, lebih dari 90 persen warga Afghanistan menghadapi kekurangan makanan.
Jamal, yang tidak ingin menyebutkan nama aslinya, termasuk di antara mereka yang menganggap Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan, membawa sedikit kegembiraan.
Pria berusia 38 tahun itu telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan, ketika negaranya dicengkeram oleh krisis kemanusiaan parah yang dipicu sejak pengambilalihan Taliban pada Agustus lalu.
Baca juga: Perayaan Idul Fitri 2022 di Seluruh Dunia: Indonesia Bersukacita, Afghanistan Dilanda Kemiskinan
Baca juga: Taliban Kutuk Aksi Bom Bunuh Diri di Masjid Kabul Afghanistan
Baca juga: Ledakan di Masjid Kabul Afghanistan Tewaskan 10 Orang, 20 Lainnya Terluka
Beberapa potong roti dari toko roti terdekat adalah apa yang bisa Jamal dapatkan untuk 17 anggota keluarganya.
Sebagian roti itu akan disimpan untuk kemudian dinikmati dengan makanan apa pun yang dapat mereka terima dari teman dan tetangga yang dermawan.
"Tapi saya tidak berharap kita akan mendapatkan banyak makanan bahkan untuk Idul Fitri. Siapa yang akan memberi saya uang atau makanan? Seluruh kota hidup di bawah kemiskinan."
"Saya tidak pernah melihat hal seperti itu bahkan di kamp-kamp pengungsi tempat saya dibesarkan," katanya, mengacu pada asuhannya di kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Pakistan, dikutip dari Al Jazeera.
Jamal yang merupakan mantan pejabat pemerintah tingkat junior menghabiskan sebagian besar bulan Ramadhan untuk mencari pekerjaan atau mencari makanan untuk sahur dan makanan untuk buka puasa.
Ramadhan terburuk bagi Warga Afghanistan
Jamal mengatakan, situasinya tidak selalu begitu mengerikan.
Dia mengingat Ramadhan sebelumnya saat beribadah dan berkumpul dengan keluarga.
"Setiap Ramadhan dan Idul Fitri kami berkumpul bersama keluarga dan masyarakat untuk beribadah. Bulan itu Idul Fitri selalu tentang persatuan dan pengampunan bagi kami, tetapi tahun ini sebaliknya," kata Jamal.
"Ini adalah Ramadhan terburuk dalam hidup saya; kami tidak hanya kelaparan, tetapi tidak ada persatuan, kami juga tidak dapat beribadah dengan damai," katanya, merujuk pada serangan baru-baru ini terhadap masjid di Afghanistan.
Baca juga: AS Tinggalkan Persenjataan Militer Senilai Rp101 Triliun di Afghanistan
Baca juga: Pengeboman Masjid dan Sekolah di Afghanistan Tewaskan 33 Orang
Selain Jamal, tokoh masyarakat bernama Dr Bakr Saeed turut mengungkapkan situasi yang menyedihkan di Afghanistan.
Menurutnya, selain kekerasan, ada beberapa hal laun yang menjadi penyebab kekhawatiran.
Sejak pengambilalihan Taliban pada Agustus, ekonomi Afghanistan terjun bebas dengan harga pangan dan inflasi melonjak.
Di pusat distribusi makanan gratis di Kabul pada hari Sabtu, Din Mohammad, ayah dari 10 anak, mengatakan dia memperkirakan Idul Fitri ini akan menjadi yang terburuk.
"Dengan kemiskinan, tidak ada yang bisa merayakan Idul Fitri seperti dulu," katanya.
"Saya berharap kami memiliki pekerjaan dan pekerjaan sehingga kami dapat membeli sesuatu untuk diri kami sendiri, tidak harus menunggu orang memberi kami makanan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Maliana)