TRIBUNNEWS.COM - Pihak berwenang di Shanghai, China memecat sejumlah petugas menyusul adanya seorang lansia yang dikirim ke kamar mayat karena dikira meninggal dunia.
Dilansir SCMP, pemerintah Distrik Putuo mengonfirmasi kesalahan itu pada Senin (2/5/2022) pagi dan langsung mengerahkan penyelidikan.
Beberapa jam kemudian, empat pejabat terkait, direktur rumah pusat perawatan, dan seorang dokter dijatuhi sanksi.
Insiden yang terjadi pada Minggu (1/5/2022) sore waktu setempat itu memicu kehebohan di dunia maya.
Sebuah video yang viral menunjukkan pekerja menarik kantong mayat dari van ke troli di luar Rumah Sakit Kesejahteraan Shanghai Xinchangzheng, pusat perawatan lanjut usia di Kota Changzheng, Putuo.
Baca juga: Viral Pemudik Terpisah dari Pacarnya di Pelabuhan Merak, Dicari Petugas Lewat Pengeras Suara
Baca juga: Situasi Covid-19 di China: Beijing Perketat Pembatasan, Warga Shanghai Akhirnya Boleh Keluar Rumah
Dua pria pekerja kamar mayat yang mengenakan pakaian pelindung itu terlihat membuka ritsleting kantong mayat di depan seorang staff dari pusat perawatan dan bersikeras bahwa pasien di dalamnya masih hidup.
Staff perawatan itu kemudian mencoba memeriksa kembali tubuh tersebut dan kembali menutup kantong mayat.
"Hidup! Apakah kamu melihat itu? Hidup!" kata seseorang dalam video
"Jangan menutupinya lagi!" kata yang lain.
Staff itu kemudian berdiskusi dengan sejumlah orang yang mengenakan hazmat di depan pusat perawatan, dan pasien lanjut usia itu didorong kembali ke dalam.
Menyusul insiden ini, Komisi Pengawas Shanghai dan Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin mengatakan, lima staff termasuk direktur rumah perawatan dan seorang dokter, telah dipecat dan diselidiki.
Pejabat Partai lokal lainnya ditegur.
Pihak Rumah Sakit Kesejahteraan Shanghai Xinchangzheng telah meminta maaf.
Menurut laporan The Guardian, pihak rumah duka mengapresiasi karyawannya karena memperhatikan bahwa pasien masih hidup.
Para petugas itu dilaporkan diberi hadiah masing-masing 5.000 yuan.
Media pemerintah mengatakan pasien lanjut usia telah dipindahkan ke rumah sakit dan menerima perawatan.
Insiden ini memicu kemarahan dan kehebohan publik China, di tengah gelombang Omicron dan aturan ketat pemerintah.
Selain itu, muncul kekhawatiran dengan sistem medis di kota yang kewalahan karena kasus Covid-19.
"Panti jompo dan pusat perawatan akan menjadi tempat terakhir bagi banyak lansia, terutama beberapa lansia kesepian yang tidak punya pilihan," kata seorang warganet.
"Siapa yang berani mengirim orang tua mereka ke panti jompo sekarang? Dan siapa yang berani tinggal di panti jompo dengan ketenangan pikiran?" tambahnya.
Otoritas Shanghai berusaha menghindari kebijakan lockdown, namun hal ini akhirnya diberlakukan sejak awal April lalu.
Dalam praktiknya, penguncian Covid-19 di Shanghai mengakibatkan warga kekurangan makanan, masalah pengiriman, hingga protes dari publik.
Baru-baru ini juga beredar video tentang seorang pria yang mengaku sebagai pekerja di Shanghai yang menghentikan truk dan mengemis makanan.
"Orang Shanghai, tidak ada satu orang pun yang peduli dengan kita. Jaga kami! Mengungkapkan ini! Bantu saya mengekspos ini! saya seorang pekerja. Aku akan mati kelaparan!" kata pria dalam video itu, menurut terjemahan oleh blog Chuang.
Pada Sabtu lalu, otoritas mengurangi penguncian bagi 15 juta penduduk karena penyebaran virus terpusat di fasilitas karantina.
Namun pada Senin, 58 kasus baru Covid-19 terdeteksi.
Pada Minggu, penduduk di Ningbo, selatan Shanghai, harus dites negatif Covid-19 setiap 48 jam jika ingin menggunakan transportasi umum atau memasuki tempat-tempat umum.
Di Beijing, pihak berwenang juga menghindari penerapan penguncian massal dan fokus pada tes massal serta aturan ketat.
Baca juga: Rugi Hingga Rp7 Juta Karena Covid-19, Sri Bersyukur Kini Dapat Berjualan Bunga Lagi
Baca juga: Serbia Pamer Rudal Baru dari China di Tengah Perang Rusia-Ukraina
Restoran, tempat hiburan, sekolah ditutup, dan pembatasan perjalanan diberlakukan ke dan dari kota menjelang akhir pekan.
Pihak berwenang melaporkan 62 kasus baru pada Senin.
Secara keseluruhan, China melaporkan 368 kasus bergejala dan 5.647 kasus tanpa gejala.
Sebagian besar ditemukan di Shanghai.
Ada semakin banyak kasus tanpa gejala yang terdeteksi di seluruh negeri, termasuk puluhan di Liaoning, Zhejiang, Jiangxi, dan Xinjiang.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)