Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, ada makna historis dari semua ini.
Ia melihat garis pantau Laut Hitam Ukraina sebagai milik Novorossiya (Rusia Baru) - tanah Rusia yang berasal dari kekaisaran abad ke-18.
Putin ingin kembali menghidupkan konsep itu, "menyelamatkan Rusia dari tirani pemerintah pro-Barat di Kyiv" seperti yang ia lihat.
Mariupol saat ini menghalangi tujuannya tersebut.
Tetapi, bagi orang Ukraina, hilangnya Mariupol akan menjadi pukulan besar - tidak hanya secara ekonomi dan militer - tapi juga bagi para pejuang yang membela negara.
Baca juga: Putin Disebut-sebut Berencana Menyerahkan Kekuasaannya di Tengah Kabar Kesehatan yang Memburuk
Baca juga: Pentingnya Tanggal 9 Mei bagi Rusia, Diyakini akan Jadi Hari Putin Deklarasikan Perang ke Ukraina
Situasi Seperti di Neraka
Pertempuran sengit telah berkecamuk di dalam pabrik baja Azovstal, di mana pembela terakhir Mariupol telah bertahan selama berminggu-minggu.
Rabu (4/5/2022) malam, seorang komandan pasukan Ukraina yang tersisa, mengatakan pasukan Rusia telah menerobos ke lokasi yang luas dan "pertempuran berdarah yang hebat" sedang berlangsung.
Warga sipil tetap terjebak di dalam pabrik meskipun proses evakuasi minggu ini berhasil, dengan Moskow berjanji akan menghentikan aktivitas militer pada Kamis (5/5/2022), untuk memungkinkan lebih banyak orang dievakuasi.
Jika Rusia memegang kendali penuh atas Mariupol, maka ini akan menandai kemenangan signifikan bagi Kremlin, saat ofensif timurnya berjuang membuat kemajuan, sebagimana dilansir NBC News.
Terkait serangan Rusia di Azovstal, penasihat Wali Kota Mariupol, Petro Andriushchenko, mengatakan, "Jika ada neraka di dunia, (neraka) itu berada di Azovstal."
Menurut Andriushchenko, penembakan pabrik Azovstal yang terkepung terus berlanjut pada Rabu malam hingga Kamis.
Pasukan Rusia menerobos perimeter pabrik pada Rabu, menurut para pejuang di dalamnya.
“(Pasukan Rusia) menembaki dan menyerang tanpa henti, bahkan di malam hari dengan penyesuaian tembakan dari drone."