News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Keran Gas Rusia Ditutup Industri Austria Bisa Terpukul

Penulis: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Patung mendiang kaisar Francis Joseph I berdiri di luar galeri seni Albertina menghadap State Opera di Wina, Austria, pada 22 November 2021. - Austria telah memasuki penguncian nasional dalam upaya putus asa untuk menahan infeksi virus corona yang meningkat. (Photo by JOE KLAMAR / AFP)

TRIBUNNEWS.COM, WINA - Penangguhan pasokan gas Rusia akan menjadi pukulan serius bagi kesejahteraan rakyat Austria, karena mengancam sekitar 300.000 pekerjaan.

Kabar ini diwartakan Russia Today mengutip surat kabar Kronen Zeitungyang mewawancarai Presiden  Federasi Industri Austria, Jumat (27/5/2022).

Menurut pemimpin federasi itu, Georg Knill, hampir semua industri makanan bergantung pada pasokan "bahan bakar biru."

Produksi baja juga membutuhkan kapasitas besar, katanya, seraya mencatat industri lain juga akan terpukul atau sangat terpengaruh.

Pemerintah Austria menurut Knill, tidak memiliki rencana jika terjadi penghentian pasokan gas dari Rusia.

Sementara kabinet dilaporkan mulai membuat skema warga tak boleh menyalakan pendingin udara di apartemen.

Baca juga: Austria Tegaskan Mereka Netral, Belum Ingin Jadi Anggota NATO

Baca juga: Tak Ingin Kena Ultimatum Putin, Austria dan Hungaria Setuju Bayar Gas Rusia Pakai Rubel

Baca juga: Kanselir Austria Ancam Rebut Depot Gas Terbesar Rusia di Salzburg

Knill mengatakan pihak berwenang pertama-tama dapat memutus aliran gas ke perusahaan negara, yang menjadi perhatian utama pemilik bisnis negara.

Dia menekankan Rusia dapat "mematikan keran," jika Uni Eropa sepakat berhenti mengimpor gas Rusia. Blok tersebut sebelumnya berjanji untuk meninggalkan bahan bakar fosil pada 2040-2050.

Sementara mengikuti kebijakan Rusia, raksasa energi Austria OMV sedang bersiap membuka rekening rubel di Gazprombank Rusia.

Langkah itu dilakukan supaya mereka bisa membayar pasokan gas dalam mata uang Rusia. Perusahaan mengatakan pembayaran berikutnya akan jatuh tempo bulan ini.

Barat sudah merasakan "konsekuensi manis" dari sanksinya terhadap Rusia, tetapi langkah-langkah ini akan tetap berlaku "untuk waktu yang sangat, sangat lama."

Hal ini diingatkan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev. Sejak awal serangan militer Rusia ke Ukraina, AS, Uni Eropa, Inggris, dan banyak negara lain telah menerapkan pembatasan keras terhadap Moskow.

Rusia menganggap tindakan sepihak atau unilateral itu melanggar hukum dan tidak dapat dibenarkan.

Berbicara di forum kewirausahaan Partai Rusia Bersatu, Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, mengatakan dunia barat mendorong dirinya ke krisis global pakai tangannya sendiri.

“Tetapi, kenyataannya, Eropa telah merasakan semua konsekuensi manis dari sanksi anti-Rusia – inflasi, hiperinflasi, kenaikan harga bahan bakar, perumahan, utilitas, makanan, barang sehari-hari, pemutusan hubungan kerja,” katanya.

Rusia Juga Bakal Terpengaruh

Dia mengakui Rusia juga menderita karena pembatasan yang menurut istilahnya "bodoh", tetapi,  perbedaannya, Rusia memiliki tujuan yang mulia.

“Kita harus menemukan jawaban atas upaya untuk membatasi perkembangan negara kita,” jelas Medvedev.

Rusia harus siap untuk sanksi yang akan tetap berlaku untuk waktu yang lama.

“Kami memahami sanksi ini … akan menjadi salah satu cara sistemik untuk memperjuangkan kepemimpinan dunia dan melawan pembangunan negara kami, dan ini akan berlanjut untuk waktu yang sangat, sangat lama,” tegasnya.

Sebagai contoh pembatasan yang sudah berlangsung lama, ia merujuk pada Amandemen Jackson-Vanik 1974 yang terkenal.

Itu ketentuan undang-undang federal AS yang membatasi perdagangan negara dengan ekonomi non-pasar – yang bertahan selama empat dekade dan dicabut pada 2012, hanya untuk digantikan sanksi berikutnya.

“Kita dapat membayangkan tingkat hiruk-pikuk, kekakuan, dan keteguhan di mana pembatasan ini akan diterapkan,” kata Medvedev.

Rusia, tambah Medvedev, harus hidup dalam kondisi seperti itu untuk waktu yang sangat, sangat lama, terlepas dari pemerintahan mana yang berkuasa di AS dan Eropa.

Menurut Medvedev, sanksi tersebut merupakan tantangan yang jauh lebih sulit daripada pandemi.

 Dia menjelaskan sementara seluruh dunia memerangi Covid, tidak ada perbedaan ideologis yang begitu jelas.

“Apa yang terjadi sekarang adalah cerita yang sama sekali berbeda,” tegasnya.

Pernyataan mantan presiden itu muncul setelah pemimpin Rusia saat ini, Vladimir Putin, memperingatkan "obsesi sanksi" yang dibuat barat.

Sanksi itu mengarah konsekuensi yang tidak dapat diselesaikan baik untuk Uni Eropa maupun untuk negara-negara termiskin di dunia yang sudah menghadapi risiko kelaparan.

Selama tiga bulan terakhir, Rusia telah mengalami pembatasan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

AS, antara lain, telah menerapkan embargo pada minyak Rusia, salah satu komoditas ekspor utama negara itu.

Uni Eropa saat ini sedang mempersiapkan paket sanksi keenamnya, dan juga mempertimbangkan larangan minyak.

Rusia telah terputus dari sistem pesan antar bank SWIFT, sementara bank, organisasi, dan individu telah dikenai sanksi, dan setengah cadangan devisa negara tersebut dibekukan.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini