Salah satu peristiwa yang memicu prediksi suram Bank Dunia adalah perang Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk. Invasi Rusia menyebabkan disrupsi perdagangan energi dan gandum di pasar global, mengirim pukulan bagi ekonomi dunia yang tengah bangkit dari pandemi Covid-19.
Sebagai buntut perang Rusia-Ukraina, harga-harga komoditas yang sudah tinggi, meroket lebih tinggi lagi. Fenomena ini mengancam keamanan pangan di negara-negara miskin.
“Terdapat risiko serius malnutrisi dan semakin parahnya kelaparan dan bahkan paceklik pangan,” kata Malpass.
Baca Juga: Imbas Perang Rusia-Ukraina, Negara-negara Ini Batasi Ekspor Pangan
Bank Dunia juga memperkirakan harga bahan bakar minyak meroket hingga 42 persen tahun ini. Untuk komoditas non-energi, harganya diperkirakan naik hingga 18 persen.
“Kejutan-kejutan merugikan yang lain akan meningkatkan kemungkinan bahwa ekonomi global mengalami periode stagflasi seperti pada 1970-an,” demikian tulis Bank Dunia dalam laporan Prospek Ekonomi Global versi Juni 2022.
Isu stagflasi menimbulkan dilema bagi bank-bank sentral di seluruh dunia. Pasalnya, jika terus menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi, kebijakan ini meningkatkan risiko resesi ekonomi.
Akan tetapi, jika bank sentral memutuskan untuk menstimulasi ekonomi, risikonya adalah harga-harga meroket tak terkendali dan inflasi menjadi semakin bermasalah.
Bank Dunia mengingatkan, periode stagflasi pada 1970-an perlu diatasi dengan penaikan suku bunga cukup tinggi hingga menyebabkan resesi, menimbulkan serangkaian krisis finansial di negara-negara miskin dan berkembang.
Laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia memproyeksikan kondisi ekonomi global yang suram hingga akhir tahun. Sayangnya, untuk tahun 2023 dan 2024, proyeksi Bank Dunia sejauh ini tak memberikan kabar baik.
Dua tahun mendatang, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3 persen.
Sumber: Associated Press/Kompas.TV