Di sisi lain, untuk melihat kasus, diperlukan kemampuan testing dan treacing. Sejauh ini kasus infeksi yang ada di masyarakat banyak. Dan mayoritas tidak terdeteksi.
Sehingga pola puncak kasus infeksi tidak akan tinggi. Walau secara teoritis lebih banyak. Karena sub variab BA.4 dan BA.5 punya kemampuan tidak hanya menginfeksi orang yang sudah divaksinasi.
"Bahkan sudah divaksinasi dua atau tiga dosis bisa terinfeksi lagi. Reinfeksi pun bisa. Kecenderungan di banyak negara, kasus infeksi ini yang disatukan re-infeksi jadi lebih banyak dan lebih tinggi dari pada Delta," papar Dicky lagi.
Baca juga: Tambah Hampir 2.000 Kasus Satu Hari, Kementerian Kesehatan: Covid-19 Masih Terkendali
Baca juga: PPKM dan Vaksin Penting, Pencegahan Covid-19 Juga Harus Diikuti dengan Prokes
Sehingga menurut Dicky dibutuhkan dua kombinasi. Pertama, strategi testing yang aktif. Kedua masyarakatnya juga harus punya perilaku yang mau melakukan tes.
"Karena modal imunitas saat ini, khususnya Indonesia, mayoritas yang terinfeksi tidak bergejala. Tidak merasa membawa virus. Atau merasa penyakit flu saja. Itu yang membedakan," kata Dicky lagi.
Sehingga esensial yang diamati sebetulnya adalah indikator keparahan, kesakitan, dan masuk rumah sakit.
Atau yang masuk ke ruang isolasi dengan gejala dan dilihat juga dari angka kematian. Selain itu Dicky menyebutkan jika survelens genomic juga perlu untuk diperkuat.
(Tribunnews.com/Yurika/Aisyah Nursyamsi)