TRIBUNNEWS.COM - Turki mengungkapkan alasannya tidak menjatuhkan sanksi kepada Moskow atas invasi Rusia ke Ukraina.
Sejumlah negara Barat, beberapa di antaranya anggota NATO, telah memberlakukan sanksi kepada Moskow sebagai balasan atas operasi militer ke Ukraina.
Namun Turki berpendapat bahwa tindakan itu akan merugikannya.
Dalam wawancara dengan Haberturk TV, juru bicara Kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengatakan, Ankara tidak memberi sanksi karena pertimbangan ekonomi pragmatis dan kebijakan keseimbangan.
Baca juga: Sanksi Baru bagi Rusia: AS, Inggris, Jepang, Kanada akan Umumkan Larangan Impor Emas
"Karena kami bergantung pada sumber energi asing, kami mengembangkan hubungan dengan Rusia seperti yang kami lakukan dengan Iran," jelasnya, menjelaskan bahwa Turki juga menikmati hubungan baik dengan AS dan negara-negara Barat lainnya.
"Kami tidak menjatuhkan sanksi kepada Rusia setelah perang Ukraina. Tentu saja, kita harus melindungi kepentingan negara kita," kata dia, dikutip dari Russia Today.
Menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Moskow, menurut Kalin, akan lebih merugikan ekonomi Turki daripada Rusia.
"Kami mengambil sikap yang jelas. Saat ini, orang Barat juga telah menerimanya. Mereka tidak mengatakan apapun tentang posisi Turki karena alasan geopolitik," klaim Kalin.
Jubir Presiden Erdogan ini menekankan bahwa Turki juga tidak mendukung adanya sanksi kepada miliarder atau penguasaha Rusia.
"Mereka yang disebut miliarder di Barat disebut oligarki ketika datang ke Rusia. Apakah tidak ada pemimpin seperti itu di AS atau Eropa?" tanyanya.
Kalin menegaskan bahwa pemerintah memandang operasi militer Rusia sebagai invasi dan sudah menyatakannya dengan tegas.
Namun, Turki tetap menjalin komunikasi dengan Ukraina-Rusia dan menyakinkan bahwa perang hanya akan membawa kerugian besar.
"Terus terang, tidak ada negara lain yang berusaha menyatukan kedua belah pihak. Ini akan menjadi contoh bahwa kerja sama dapat dilakukan pada isu-isu tertentu bahkan di lingkungan perang," klaim Kalin.
Dalam konflik ini, Ankara berperan dalam menegosiasikan solusi untuk masalah-masalah penting global tertentu, seperti pasokan gandum dari wilayah yang dilanda konflik.