Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Uni Eropa mendesak China dan India agar bergabung dengan inisiatif Group of Seven (G7) untuk menetapkan pembatasan harga minyak Rusia.
Negara-negara G7 mengumumkan pada hari Jumat (2/9/2022) lalu, mereka telah menyetujui rencana untuk mengenakan pembatasan harga minyak Rusia.
Kebijakan ini dirancang untuk mengurangi keuntungan yang diperoleh Rusia dari penjualan minyaknya. Selain itu, kebijakan ini juga dapat menjadi hukuman bagi Kremlin atas serangannya ke Ukraina.
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina Hari ke-193: PLTN Zaporizhzhia Terputus dari Aliran Listrik Utama
Rincian mengenai bagaimana penerapan batas harga ini akan bekerja sedang diselesaikan G7. Namun analis energi menyatakan keprihatinan atas rencana itu, khususnya mengenai ketersediaan konsumen minyak utama seperti China dan India untuk bergabung dengan G7 dalam menerapkan pembatasan tersebut.
China dan India telah meningkatkan pembelian minyak Rusia, setelah invasi Moskow ke Ukraina, dengan memanfaatkan potongan harga yang diberikan Rusia.
Komisaris Energi Eropa, Kadri Simson memberikan pendapatnya mengenai ketersediaan China dan India untuk membantu penerapan batas harga minyak Rusia yang telah diusulkan G7.
“Saya pikir mereka harus melakukannya. (China dan India) bersedia membeli produk minyak Rusia sambil memaafkan diri mereka sendiri bahwa ini penting untuk keamanan pasokan mereka. Tetapi tidak adil untuk membayar kelebihan pendapatan ke Rusia,” ujar Simson, yang dikutip dari CNBC, Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Rusia Kembali Tunda Pembukaan Operasi Pipa Nord Stream 1, Eropa Dihantui Kiamat Energi Gas
Simson yang ditemui di sela-sela pertemuan energi Group of Twenty (G20) di Indonesia mengatakan batas harga minyak Rusia akan memberi kesempatan konsumen minyak menerima harga yang wajar.
“Jadi batasan juga memberi kesempatan kepada pembeli yang belum bergabung dengan sanksi kami untuk menerima minyak dengan harga yang wajar, harga di mana faktor perang tidak ditambahkan,” kata Simson.
Pada pekan lalu, Amerika Serikat mengungkapkan telah melakukan pembicaraan dengan India mengenai masalah ini. Sementara China mengatakan pada bulan Juli lalu, pembatasan harga adalah masalah yang sangat rumit.
Pembatasan harga minyak Rusia diperkirakan akan siap sebelum awal Desember tahun ini, ketika sanksi UE atas impor minyak mentah Rusia mulai berlaku.
Namun pelaku pasar bahan bakar harus menunggu untuk mendapat rincian lebih lanjut mengenai tingkat batas harga minyak Rusia.
Baca juga: Balas Sanksi Barat, Rusia Kembali Hentikan Aliran Gas Nord Stream 1 ke Eropa
“Batas harga awal akan ditetapkan pada tingkat berdasarkan berbagai masukan teknis dan akan diputuskan oleh koalisi penuh sebelum implementasi di setiap yurisdiksi. Batas harga akan dikomunikasikan kepada publik dengan cara yang jelas dan transparan,” kata G-7 dalam sebuah pernyataan bersama.
Namun Rusia menyatakan, pihaknya tidak akan menjual minyak ke negara-negara yang memberlakukan batas harga.
Setelah pengumuman batas harga minyak G7, raksasa energi Rusia Gazprom mengatakan akan menunda dibukanya kembali aliran pipa Nord Stream 1, karena adanya masalah teknis.
Pipa Nord Stream 1, yang mengalirkan minyak Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik, dijadwalkan dibuka kembali pada Sabtu kemarin setelah tiga hari proses pemeliharaan.
Uni Eropa menuding Rusia telah menggunakan gas sebagai senjata perang, sebuah tuduhan yang telah dibantah oleh Moskow.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-192: Gazprom Hentikan Pasokan Gas ke Eropa
Sementara itu, beberapa analis pasar terus mengajukan pertanyan mengenai keefektifan pembatasan harga ini dalam mengurangi pendapatan minyak Rusia.
“Dampak utama dari pembatasan harga minyak G-7 adalah untuk lebih menggeser daya saing ekonomi dari Eropa ke India, Turki, China, dan negara-negara Asia lainnya,” kata Chief Executive Officer (CEO) di Macro-Advisor, Chris Weafer.
Weafer menambahkan, Rusia kemungkinan akan menjual minyaknya ke negara-negara Asia dengan menawarkan potongan harga.
“Rusia tidak akan menjual minyak ke negara-negara barat yang tidak bersahabat, tetapi akan terus menjual ke negara-negara Asia dengan harga diskon dari harga global,” tambahnya.