TRIBUNNEWS.COM - Serangan pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat, Palestina pada Senin (3/7/2023) menjadi operasi militer terbesar sejak 2002.
Operasi militer Israel kali ini telah menewaskan sedikitnya delapan orang dan 100 lainnya mengalami luka-luka.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah melakukan 10 serangan udara menggunakan drone dan ratusan tentara telah menargetkan pusat "komando dan kendali" militan.
IDF mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya meluncurkan serangan ini sebagai bentuk upaya kontraterorisme.
Dikutip dari CNN, lima dari mereka yang tewas dalam serangan Israel adalah remaja.
Menanggapi kabar tersebut, Kepala Juru Bicara IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan, saat ini hanya ada delapan teroris yang tewas di Jenin.
Baca juga: 8 Warga Palestina Tewas Saat Militer Israel Serang Kamp Pengungsi Jenin Pakai Drone
Ia membantah bahwa pasukannya telah membunuh non-kombatan saat melakukan serangan.
Hagari memang mengakui bahwa warga sipil termasuk di antara yang terluka, tetapi bersikeras bahwa operasi itu hanya ditujukan untuk menargetkan "teroris".
"Ini bukan invasi terhadap Jenin, ini bukan melawan Otoritas Palestina."
"Itu tidak melawan orang Palestina yang tidak bersalah dan tidak bersalah. Ini melawan teroris di kamp ini," kata Hagari.
Operasi militer yang dilancarkan pasukan Israel telah memicu kecaman langsung.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyebut operasi militer skala besar Israel sebagai kejahatan perang baru.
"Keamanan dan stabilitas tidak akan tercapai di kawasan kecuali rakyat Palestina merasakannya."
"Apa yang dilakukan pemerintah pendudukan Israel di Kota Jenin dan kampnya adalah kejahatan perang baru terhadap rakyat kami yang tak berdaya," ujar Mahmoud Abbas.