Drone Bayraktar digunakan dalam serangan yang menenggelamkan kapal perang Rusia Moskva di Laut Hitam pada April 2022.
Rusia juga menggunakan Orlan-10 yang lebih kecil dan lebih compact, yang memiliki kamera dan dapat membawa bom kecil.
Penggunaan Drone Militer oleh Rusia dan Ukraina
Bagi kedua belah pihak - Rusia dan Ukraina - drone efektif untuk menemukan target musuh dan mengarahkan tembakan artileri ke arah target.
Dr Jack Watling, analis pertahanan di Royal United Services Institute, menjelaskan, pada masa lalu, pengintai musuh harus menghabiskan 20 atau 30 menit untuk menentukan target.
Sekarang berbeda.
"Pasukan Rusia dapat membawa senjata mereka untuk menyerang musuh hanya dalam waktu tiga sampai lima menit setelah pesawat tak berawak Orlan-10 melihat target."
Dr Marina Miron, peneliti pertahanan di Kings College London, mengatakan drone telah memungkinkan Ukraina untuk memaksimalkan kekuatan pasukannya yang terbatas.
"Jika Anda ingin mencari posisi musuh di masa lalu, Anda harus mengirimkan unit pasukan khusus... dan Anda mungkin kehilangan beberapa pasukan," katanya.
"Sekarang, yang kamu pertaruhkan hanyalah drone."
Masalah utama dalam menggunakan drone militer adalah ukurannya yang besar dan bergerak lambat, serta mudah ditembak jatuh.
Mereka juga mahal untuk diganti - satu Bayraktar TB2 berharga sekitar $2 juta (£1,7 juta) sekitar Rp 30 Miliar.
Beralih ke Drone non-militer
Kedua belah pihak dalam perang - terutama Ukraina - semakin sering menggunakan model drone non-militer yang berukulan kecil dan murah seperti DJI Mavic 3, yang harganya sekitar £1.700 (Rp 33 juta).
Drone-drone komerisal buat umum ini dapat dimodifikasi dan dilengkapi dengan bom kecil, tetapi utamanya tugas mereka hanya untuk mengintai, digunakan untuk melihat pasukan musuh dan mengarahkan serangan.
Namun, kemampuan drone komersial jauh lebih tidak jelek daripada drone militer.