TRIBUNNEWS.COM - Pihak berwenang Libya telah membuka penyelidikan atas runtuhnya dua bendungan yang mengakibatkan banjir di Kota Derna pada hari Sabtu (16/9/2023).
Sudah sekitar seminggu sejak banjir terjadi di Libya, korban jiwa dilaporkan menyentuh 11 ribu orang.
Hujan deras yang disebabkan oleh Badai Daniel mengakibatkan banjir mematikan di Libya timur akhir pekan lalu.
Derasnya hujan kemudian membanjiri dua bendungan, menyebabkan dinding air setinggi beberapa meter runtuh melewati pusat Derna.
Baca juga: Rangkuman Peristiwa Timur Tengah: Gempa Maroko, Banjir Libya hingga Konflik Sudan
Dua bendungan yang tak mampu menahan air lalu mengakibatkan banjir yang menghancurkan seluruh lingkungan dan menghanyutkan masyarakat ke laut.
Menurut Bulan Sabit Merah Libya (Libyan Red Crescent), di tengah pencarian korban jiwa yang terus dilakukan, lebih dari 10 ribu orang masih hilang.
Enam hari berlalu, para pencari masih menggali lumpur dan bangunan berlubang, mencari mayat dan kemungkinan korban selamat.
Dilansir CBS News, Bulan Sabit Merah telah mengonfirmasi 11.300 kematian sejauh ini.
Claire Nicolet, kepala departemen kelompok bantuan darurat Doctors Without Borders, mengatakan bahwa tim penyelamat menemukan banyak mayat pada Jumat (15/9/2023) dan masih melakukan pencarian.
"Jumlahnya sangat besar... sayangnya laut masih mengeluarkan banyak mayat," katanya kepada The Associated Press.
Dia mengataka, upaya bantuan besar masih diperlukan, termasuk dukungan psikologis bagi mereka yang kehilangan keluarga.
Claire mengatakan penguburan jenazah masih menjadi tantangan besar, meski ada kemajuan dalam koordinasi upaya pencarian dan penyelamatan serta distribusi bantuan.
Investigasi
Jaksa Agung Libya, al-Sediq al-Sour, mengatakan jaksa akan menyelidiki runtuhnya dua bendungan yang dibangun pada tahun 1970-an itu, serta alokasi dana pemeliharaannya.