TRIBUNNEWS.com - Israel dan Hamas telah menyetujui kesepakatan gencatan senjata sementara.
Kesepakatan ini diikuti dengan kemungkinan pembebasan sekitar 50 orang sandera yang ditawan di Gaza sejak eskalasi militer meningkat pada 7 Oktober 2023, dengan imbalan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Kabinet Israel mendukung perjanjian tersebut setelah pembicaraan mengenai kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Qatar, berlanjut hingga Rabu (22/11/2023) dini hari.
Dikutip dari AlJazeera, media Israel melaporkan adanya perdebatan sengit antar menteri pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pada akhirnya, hanya tiga dari 38 anggota kabinet yang menentang gencatan senjata, yaitu Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, dan dua anggota partai politik sayap kanan lainnya.
Baca juga: Gerah Dihajar Rudal Houthi Ansarallah, Komandan Angkatan Udara Israel Siap Bombardir Yaman
Kantor Netanyahu mengatakan, kesepakatan itu mengharuskan Hamas melepaskan sedikitnya 50 perempuan dan anak-anak dalam kurun waktu empat hari, selama gencatan senjata berlangsung.
Untuk setiap tambahan 10 sandera yang dibebaskan, gencatan senjata akan diperpanjang satu hari, kata kantor Netanyahi, tampa menyebutkan pembebasan tahanan Palestina sebagai imbalannya.
"Pemerintah Israel berkomitmen untuk memulangkan semua sandera."
"Malam ini, mereka menyetujui kesepakatan yang diusulkan sebagai tahap pertama untuk mencapai tujuan ini," ujar kantor Netanyahu.
Terpisah, Hamas juga mengeluarkan pernyataan yang membenarkan bahwa 50 perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza, akan dibebaskan dengan imbalan Israel akan membebaskan 150 perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara-penjara Israel.
Lalu, bagaimana reaksi dunia atas kesepakatan Israel-Hamas yang setuju gencatan senjata sementara?
Presiden AS, Joe Biden
Dalam sebuah pernyataan, Biden menyambut baik kesepakatan tersebut.
Ia berterima kasih pada Qatar dan Mesir, atas upaya mereka untuk mencapai kesepakatan.