Pada hari yang sama, para penyerang yang mengenakan balaclava menyerbu sebuah stasiun TV milik negara di Guayaquil.
Mereka menyandera beberapa jurnalis dan anggota staf dalam siaran langsung TV.
Tiga belas tersangka telah ditetapkan ditangkap karena penyerangan terhadap studio televisi.
Tidak hanya itu, orang-orang bersenjata mengambil alih fasilitas sebuah universitas di Guayaquil.
Mereka menodongkan senjata kepada mahasiswa.
Para penyerang juga menculik beberapa petugas polisi, salah satunya dipaksa membacakan pernyataan kepada Noboa di bawah todongan senjata.
“Anda menyatakan keadaan darurat. Kami menyatakan polisi, warga sipil, dan tentara sebagai rampasan perang,” kata seorang petugas yang ketakutan.
Pernyataan itu menambahkan bahwa siapa pun yang ditemukan di jalan setelah jam 11 malam akan 'dieksekusi'.
Oleh karena itu, Noboa juga mengumumkan langkah-langkah drastis seperti jam malam di negara tersebut dan tindakan keras terhadap pejabat kehakiman.
“Kami akan mempertimbangkan hakim dan jaksa yang mendukung para pemimpin kelompok teroris ini sebagai bagian dari kelompok teroris juga,” katanya saat wawancara radio.
Sementara itu, Noboa juga mengatakan negaranya akan mulai mendeportasi tahanan asing, terutama warga Kolombia, untuk mengurangi populasi penjara.
Mengingat bahwa tahanan dari Kolombia, Peru dan Venezuela mewakili 90 persen orang asing yang dipenjara di negara tersebut.
Insiden di Ekudor tersebut mendapat kecaman dari para pemimpin dunia dan badan-badan internasional.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menggambarkan peningkatan aktivitas geng sebagai 'serangan langsung terhadap demokrasi dan supremasi hukum'.
Diplomat utama Amerika Serikat untuk Amerika Latin, Brian Nichols, mengatakan Washington 'sangat prihatin' dengan kejadian tersebut dan segera menghubungi Noboa.
Prancis dan Rusia meminta warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Ekuador.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Ekuador