Yordania Merayu Minta Air, Israel Beri Syarat Jangan Galak-Galak Soal Palestina
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Yordania pada Senin (4/3/2024) dilaporkan mengupayakan perpanjangan kesepakatan air dengan Israel di tengah perang di Gaza.
Khaberni melaporkan, Yordania baru-baru ini mendekati Israel dengan permintaan untuk memperpanjang perjanjian mengenai peningkatan pasokan air selama satu tahun tambahan.
Baca juga: Bantuan dari Langit Buat Gaza, Yordania Sudah 23 Kali Sukses Terjunkan Bantuan Sejak 7 Oktober
Perjanjian yang ada antara Yordanai dan Israe;l terkait pasokan air akan berakhir pada Mei 2024 mendatang.
Menurut otoritas penyiaran resmi Israel, KAN, Yordania sudah melakukan konsultasi yang telah berlangsung di Israel.
Namun, rayuan Yordania mengenai permintaan pasokan air ini, belum dapat tanggapan positif yang diberikan Israel.
Kementerian Energi Israel saat ini sedang mempertimbangkan apakah akan memperpanjang perjanjian air dengan Yordania.
Israel rupanya dibuat geram karena pernyataan baru-baru ini yang dibuat oleh pejabat Yordania, khususnya Menteri Luar Negeri Ayman Safadi, mengenai perang di Gaza.
Ayman Safadi memang gencar melancarkan kritik dan kutukan pada aksi agresi Israel ke Gaza sebagai hal dia sebut sebagai genosida.
Safadi, pada sejumlah kesempatan di kegiatan internasional menekankan ketidakpahamannya terhadap dunia yang masih membiarkan Israel untuk melakukan aksinya di jalur Gaza.
Baca juga: Semua Pelabuhan Israel Remuk, Yordania: Tak Ada Jembatan Darat dari Negara Kami ke Tel Aviv
Syarat Israel ke Yordania Jika Mau Dapat Air
KAN melaporkan, Israel menyampaikan pesan ke Yordania yang menguraikan beberapa syarat sebagai imbalan untuk memperpanjang perjanjian pasokan air.
Syarat itu antara lain:
- Mengurangi intensitas pernyataan menyerang yang dibuat oleh pejabat Yordania, termasuk menteri dan wakil parlemen, terhadap Israel.
- Mengurangi hasutan di dalam kerajaan Yordania terhadap Israel.
- Menekankan pentingnya memulihkan hubungan bilateral ke keadaan normal, termasuk kembalinya duta besar ke Amman dan Tel Aviv.
Yordania telah melakukan upaya untuk melibatkan mantan Menteri Energi AS dan Israel, Yuval Stienitz, yang menjabat posisi tersebut tiga tahun lalu.
Pada masa pemerintahan Bennett-Lapid, Israel setuju untuk menggandakan pasokan air tahunan dari 50 juta meter kubik menjadi 100 juta meter kubik, sebagaimana diatur dalam perjanjian damai.
Dilansir Al jazeera, perjanjian air antara Yordania dan Israel tersebut dimaksudkan untuk mengatasi kebutuhan mendesak Yordania akan air dan tujuan Israel untuk memperluas bauran energi terbarukan.
Israel telah secara drastis meningkatkan kapasitasnya untuk desalinasi air dan Yordania memiliki daerah gurun yang luas yang cocok untuk pertanian energi surya.
Ongkos Desalinasi yang Mahal
Menurut UNICEF, Yordania saat ini adalah negara yang paling rentan air kedua di dunia.
Menurut laporan Laboratory News, pasokan air per kapitanya diperkirakan akan berkurang setengahnya pada akhir abad ini.
Yordania dan Israel sejak tahun 1994 mengelola kebutuhan air kedua kawasan bersama-sama.
Air untuk Yordania berasal dari Sungai Yarmuk, air untuk Israel dari Danau Galilea.
Namun jika air Sungai Yarmuk meluap, maka alirannya akan ke Danau Galilea di Israel sehingga Yordania dianggap berhak untuk mengakses air limpahan tersebut.
Namun kini Yordania butuh air lebih banyak.
Delegasi Yordania sudah mengajukan permintaan tambahan air sehingga jumlahnya lebih dari 10 juta kubik air, melebihi jumlah perjanjian tahun 1994.
Sumber air bisa dari Danau Galilea namun volume air terus menyusut.
Alternatif lain dari desalinasi air laut. Israel mempunyai teknologi mengubah air asin menjadi tawar.
Namun harga air akan menjadi lebih mahal karena ongkos produksi desalinasi.
(oln/jn/*)