Sementara itu, kabinet perang Israel memberi lampu hijau untuk melanjutkan invasi ke Rafah.
Hal ini diumumkan oleh Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Senin malam, beberapa jam setelah Hamas memberi tahu mediator bahwa mereka telah menyetujui usulan perjanjian gencatan senjata.
Tak lama setelah pengumuman itu, IDF menyatakan sudah mulai melancarkan serangan besar-besaran yang menargetkan Rafah timur.
Sebelumnya, menurut kantor Netanyahu, serangan darat tersebut bertujuan "untuk menerapkan tekanan militer terhadap Hamas".
Kantor Netanyahu juga mengatakan, lewat serangan itu mereka juga ingin "mencapai kemajuan dalam pembebasan para sandera dan tujuan perang lainnya," dan menambahkan bahwa usulan yang disetujui oleh Hamas adalah "jauh dari tuntutan pokok Israel."
Rafah adalah kota kecil yang berbatasan dengan Mesir dan kini dianggap sebagai salah satu wilayah terpadat di dunia.
Lebih dari 1,4 juta warga Palestina saat ini berlindung di kota tersebut setelah mereka diusir secara paksa oleh Israel dari wilayah lain di Gaza.
Washington sebelumnya telah berulang kali memperingatkan bahwa mereka menentang serangan terhadap Rafah.
Termasuk baru-baru ini, di mana Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mendapat tekanan, terutama dengan adanya protes yang sedang berlangsung di beberapa kampus Amerika, seiring semakin dekatnya Pemilu.
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengungkapkan korban tewas di Gaza akibat serangan Israel sudah mencapai angka 34.735 jiwa.
Sementara itu, 78.108 lainnya terluka.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)