TRIBUNNEWS.COM - Selama beberapa dekade, para ilmuwan memperkirakan ada materi gelap yang diyakini menyatukan galaksi melalui tarikan gravitasinya.
Teka-teki materi gelap terus berlanjut.
Belum lama ini, para ilmuwan mengaku menemukan oksigen gelap di dasar laut.
Dikutip dari Live Mint, ilmuwan kelautan Andrew Sweetman yang merupakan profesor di Asosiasi Ilmu Kelautan Skotlandia (SAMS), menemukan fenomena aneh di Samudra Pasifik yang terpencil.
Awalnya, ia meyakini peralatan pemantauannya rusak.
Sensornya menunjukkan produksi oksigen di dasar laut sedalam 13.100 kaki yang tidak terjangkau sinar matahari, CNN melaporkan.
Hasil penelitian menunjukkan oksigen dipancarkan dari endapan mineral 4.000 meter (sekitar 13.000 kaki) di bawah permukaan laut di dasar laut Zona Clarion-Clipperton (CCZ) Samudra Pasifik.
Kedalamannya hampir setengah panjang puncak tertinggi Gunung Everest.
Studi mengenai temuan tersebut dipublikasikan di Nature Geoscience, jurnal yang didedikasikan untuk penelitian ilmu bumi.
Sweetman yang merupakan ketua tim kelompok penelitian ekologi dasar laut dan biogeokimia di SAMS, memberikan bukti ada sumber oksigen tambahan di planet ini selain oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis.
Hingga saat ini, telah dipahami secara umum oleh para ilmuwan, satu-satunya sumber oksigen di Bumi berasal dari organisme fotosintetik, seperti tumbuhan dan alga yang menghasilkan oksigen untuk dihirup manusia dan hewan lainnya.
Baca juga: Houthi Dituduh Rusak Kabel Optik Bawah Laut, Sinyal Internet Asia, Eropa, dan Timur Tengah Terganggu
Jadi, apa pentingnya oksigen gelap yang baru ditemukan ini, dan pertanyaan apa yang ditimbulkannya tentang asal-usul kehidupan di Bumi?
Apa itu oksigen gelap?
Di Zona Clarion-Clipperton (CCZ), yang membentang seluas 4,5 juta kilometer persegi (1,7 juta mil persegi) di Samudra Pasifik, terdapat batuan mineral mirip batu bara, yang disebut nodul polimetalik, yang biasanya mengandung mangan dan besi.
Para ilmuwan telah menemukan nodul ini menghasilkan oksigen tanpa proses fotosintesis.