5. Keresahan Warga Gara-gara Ledakan Walki Talkie
Setelah ledakan walkie-talkie secara bersamaan yang menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 300 orang pada Rabu (18/09) di Beirut, Lebanon, menyusul ledakan massal ratusan pager yang menewaskan sembilan orang dan melukai sekitar 2.800 lainnya pada Selasa (17/09), muncul kekhawatiran akan terjadinya eskalasi yang lebih luas di wilayah tersebut.
Serangan berturut-turut selama dua hari itu menargetkan anggota Hizbullah, sebuah partai politik dan kelompok militan di Lebanon. Duta Besar Iran untuk Lebanon, Modjtaba Amani, turut menjadi korban luka dari serangan tersebut.
Hizbullah, kelompok yang didukung Iran ini menuding Israel yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. Iran juga menuduh Israel melakukan ”pembunuhan massal”. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, Rabu (18/09) bahkan mencap serangan itu sebagai ”tindakan terorisme”.
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) pada tahun 1997 dan Jerman pada tahun 2020, telah menetapkan Hizbullah sebagai organisasi teroris. Sementara di Uni Eropa, pada tahun 2013 hanya menetapkan kelompok bersenjata Hizbullah sebagai teroris.
Hizbullah telah lama menggunakan sistem penerima radio, yang disebut pager atau penyeranta. Dengan alasan, alat ini tidak bisa dilacak seperti telepon seluler.
Menurut laporan sejumlah media, Israel mungkin sempat mencegat pengiriman pager bermerek Gold Apollo itu dengan tujuan menanam bahan peledak di dalamnya. Perangkat yang telah dipasangi bahan peledak itu kemudian disuplai ke pihak Hizbullah, dan akhirnya meledak pada Selasa (17/09).
(Tribunnews.com)