TRIBUNNEWS.COM - Israel telah melacak lokasi pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah selama berbulan-bulan sebelum memutuskan untuk membunuhnya dalam serangan udara di Dahiya, pinggiran Kota Beirut, Lebanon, pada Jumat (27/9/2024).
Keputusan ini diambil semata-mata karena Israel yakin mereka hanya memiliki sedikit kesempatan sebelum Hassan Nasrallah menghilang ke lokasi lain.
"Para pejabat mengatakan lebih dari 80 bom dijatuhkan selama beberapa menit untuk membunuh Nasrallah, meskipun mereka tidak mengonfirmasi berat atau model bom yang digunakan," kata tiga pejabat pertahanan Israel kepada The New York Times pada Sabtu (28/9/2024).
Operasi tersebut dirahasiakan dan pilot telah berlatih untuk waktu yang lama, tetapi mereka tidak mengetahui targetnya sampai sebelum operasi dilakukan, menurut Roi Sharon, analis urusan militer saluran KAN.
Operasi itu telah direncanakan awal minggu sebelum Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berangkat untuk berbicara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Jumat.
Hizbullah awalnya membantah serangan itu menewaskan pemimpinnya, tapi kemudian mengonfirmasi kematian Hassan Nasrallah pada hari Sabtu.
Serangan yang menargetkan Hassan Nasrallah pada Jumat menewaskan sedikitnya 11 orang dan melukai 108 orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, seperti diberitakan CNBC.
Setidaknya, lebih dari 600 orang tewas dan lebih dari 3.000 lainnya terluka dalam serangan Israel di Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024).
80 Bom Dijatuhkan di Lokasi Hassan Nasrallah
Dua dari tiga pejabat pertahanan Israel mengatakan lebih dari 80 bom dijatuhkan selama beberapa menit untuk membunuh Hassan Nasrallah.
Namun, mereka tidak mengonfirmasi berat atau jenis bom tersebut.
Baca juga: Setelah Bunuh Hassan Nasrallah, Israel Ancam Houthi Akan Bernasib Seperti Bos Hizbullah Lebanon
"Para agen Hizbullah menemukan dan mengidentifikasi jenazah Hassan Nasrallah Sabtu dini hari, bersama dengan jenazah seorang komandan militer tinggi Hizbullah, Ali Karaki," menurut para pejabat, yang mengutip informasi intelijen yang diperoleh dari dalam Lebanon, seperti diberitakan The Times of Israel.
Ketiga pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah yang sensitif.
Mereka mengatakan Hashem Safieddine, sepupu Hassan Nasrallah yang merupakan pemain kunci dalam kerja politik dan sosial gerakan tersebut, adalah salah satu dari sedikit pemimpin senior Hizbullah yang tersisa yang tidak hadir di lokasi serangan.
Mereka mengatakan Hashem Safieddine, yang telah lama dianggap sebagai calon pengganti Hassan Nasrallah, yang kemungkinan akan menjadi sekretaris jenderal Hizbullah yang baru.