Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menolak soal wacana pelaksanaan Pemilu 2024 yang awalnya proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
"Ini memundurkan kualitas demokrasi, mengembalikan model kekuasaan sentralistik dan menafikkan kerja keras kader partai dalam membina konstituennya," kata AHY dalam pesan yang diterima, Selasa (3/1/2023).
Menurutnya, sistem proporsional terbuka ditujukan untuk modernisasi partai.
Masalah-masalah yang muncul akibat penerapan sistem tersebut, dikatakan AHY, bisa dijawab dengan upaya perbaikan kolektif, tanpa harus menghancurkan langkah progresif yang sudah dijalankan selama ini.
"Untuk itu, saya mengajak semua pihak menjaga komitmen berdemokrasi. Keputusan penggunaan sistem pemilu adalah keputusan politik, hasil proses panjang legislasi dan kesepakatan politik yang legitimate," kata AHY.
Dia meminta jangan sampai perdebatan soal wacana ini mengacaukan fokus, perhatian dan persiapan para peserta dan juga publik menuju Pemilu 2024.
"Jangan sampai pewacanaan sistem proporsional tertutup ini jadi alibi penundaan Pemilu, hingga langkah awal menuju resentralisasi kekuasaan melalui pengembalian sistem Pilpres tidak langsung. Mari jaga amanah Reformasi, agar Indonesia tidak mundur lagi ke model otokrasi," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengatakan tidak menutup kemungkinan Pemilu 2024 nanti bakal diberlakukan proposional tertutup.
Hal tersebut Hasyim sampaikan dalam sambutannya di acara Catatan Akhir Tahun 2022 Komisi Pemilihan Umum di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Baca juga: Tolak Pemilu Coblos Partai Bukan Caleg, AHY: Memundurkan Kualitas Demokrasi
Sehingga ia mengimbau seluruh pihak untuk menahan diri tidak memanfaatkan alat peraga kampanye sebelum jadwalnya.
"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup. Maka dengan begitu menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi gak relevan," kata Hasyim.
Hasyim menjelaskan, proses proposional tertutup tidak lagi menampilkan nama-nama dan foto calon legislatif.
"Karena namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu," jelas Hasyim.
"Sehingga di banyak diskusi sering kami sampaikan kami berharap kita semu menahan diri untuk tidak pasang-pasang gambar dulu. Siapa tahu sistemnya kembali tertutup," tambahnya.
Lebih lanjut Hasyim mengatakan, peluang sistem proporsional tertutup tersebut terbuka lebar seiring dengan berbagai gugatan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menjelaskan sistem pemilu proporsional terbuka sudah dimulai sejak Pemilu 2009 dan dimulainya berdasarkan putusan MK bukan di UU.
Baca juga: AHY Kritik Perppu Cipta Kerja: Janganlah Kita Menyelesaikan Masalah dengan Masalah
"Sejak itu pula pemilu 2014 dan 2019 pembentuk norma UU tidak akan mengubah itu, karena kalau diubah tertutup kembali akan jadi sulit lagi ke MK. Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK," kata Hasyim.