Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam Rapat Dengar Pendapat (DPR) di DPR pada Senin (29/5/2023), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menampilkan contoh desain surat suara.
Desain tersebut merupakan bentuk surat suara yang digunakan dalam pemilu dengan sistem proporsional terbuka seperti pemilu sebelumnya.
Desain itu merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam pasal 168 Ayat 2, pasal 342 Ayat 2 Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Komisi I DPR Dukung Implementasi HAM dan Kebebasan Berpendapat di Era Digital Jelang Pemilu 2024
“Sistem pemilunya sistem pemilu proporsional daftar terbuka, surat suara, calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota,” kata Anggota KPU RI Idham Holik, Selasa (30/5/2023).
“Memuat tanda gambar partai politik, nomor urut parpol, nomor urut, dan nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan, itu yang tadi di perlihatkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Idham menegaskan, berdasarkan pasal 342, surat suara untuk pemilu presiden dan pemilu legislatif punya penomoran sendiri dan tidak bisa digabung.
Baca juga: Dinilai Aman, KPU Tetap Akan Pakai Kotak Suara Karton Duplex di Pemilu 2024
“Kalau surat suara digabung maka harus ada pemotongan surat suara, karena kalau tidak dipotong, maka potensi yang bersangkutan akan menggunakan hak pilihnya,” ujar Idham.
Adapun isi Pasal 168 Ayat 2:
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Sedangkan Pasal 342 Ayat 2:
Surat suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 341 ayat (I) huruf b untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan.
Isu Sistem Pemilu Kembali Menyeruak
Isu soal sistem proporsional pemilu kembali mengemuka usai Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana buka suara ihwal dirinya mendapatkan informasi tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu.