News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Polri Gaungkan Gerakan Cerdas Memilih di Pemilu: Tidak Ada Toleransi Ujaran Kebencian SARA

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, narasumber pertemuan Forum Konsultasi Nasional Ragam Pemangku Kepentingan 'Mitigasi Keselamatan Jurnalis di Indonesia', yang diselenggarakan Yayasan TIFA menggandeng Tempo Media Group, Rabu (17/5/2023) di Hotel Ashley, Jakarta Pusat. //FX ISMANTO

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri mengajak agar masyarakat Indonesia melakukan gerakan cerdas memilih di dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Polri mengingatkan masyarakat tidak boleh turut menyebarkan ujaran kebencian yang mengandung SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).

Hal tersebut disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam program Gerakan Cerdas Memilih di Kantor Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).

Awalnya, Ramadhan menyebutkan bahwa Polri juga turut berperan aktif dalam menyukseskan Pemilu 2024.

Adapun pengawasan dilakukan dari tingkat Mabes Polri hingga Polsek.

"Polri hadir dalam rangka mengamankan, mengawal pesta demokrasi. Ini adalah pesta rakyat Indonesia untuk menentukan pilihan pemimpin negara, juga nanti memilih calon legislatif. Nah tentu ini harus kita kawal," kata Ramadhan dalam paparannya.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Kecurangan Akan Terjadi Saat Pemilu, KPU: Antisipasi Dengan Kerja Profesional

Dalam pengawalan ini, kata Ramadhan, Polri juga mengingatkan masyarakat berhati-hati dalam pelaksanaan Pemilu.

Sebab masyarakat ataupun simpatisan paslon atau parpol tertentu tidak boleh melakukan adu domba yang bisa terseret hukum.

"Ketika kita memilih, kita suka kepada A, tetapi ada yang tidak boleh dilakukan, misalnya seperti yang disampaikan tadi menjelek-jelekan terus menghina, mengadu domba. Ini ada larangan. Larangan ini tentu memiliki sanksi," jelasnya.

"Ada kalanya ini sebuah kebiasaan dilakukan oleh seseorang sangking simpatiknya kepada si A, maka dia ingin si A yang jadi. Tapi dia menjelek-jelekan si B misalnya. Nah ini perbuatannya bisa kena sanksi. Padahal perbuatannya itu tujuannya baik. Saya ingin si A jadi, tapi caranya salah," sambungnya.

Ia menyatakan masalah ini harus terus diingatkan kepada masyarakat lantaran banyak yang tidak mengerti jika perbuatannya tersebut bisa membuat dirinya berhadapan dengan hukum.

Apalagi, kata dia, masih banyak masyarakat yang kerap menyebarkan fitnah ataupun ujaran kebencian yang mengandung SARA.

Tindakan itu disebut merupakan hal yang tidak bisa dimaafkan secara hukum. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini