Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatur moderasi konten peserta pemilu di ranah media sosial (medsos).
Hal ini, kata Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi, guna menghindari adanya konten berbahaya yang menyerang kaum-kaum marginal yang kerap dijadikan bahan kampanye politik seperti kelompok LGBT, disabilitas, dan agama minoritas.
“Tanggung jawab dan transparansi media sosial dalam moderasi konten. Misalnya bagaimana sih kalau ada konten yang tersebar, terus seperti apa,” kata Amel, sapaan akrabnya, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Perludem: Ada yang Lebih Penting Ketimbang KPU Hanya Atur Jumlah Akun Medsos Peserta Pemilu
“Kan kita mau setidaknya konten yang berbahaya atau illegal setidaknya platform melakukan tindakan yang bisa mencegah viralitas konten yang berbahaya,” sambungnya.
Transparansi dalam moderasi konten peserta pemilu juga penting, jelas Amel. Mengingat, berdasarkan catatan Menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), menjelang Pemilu 2024 peredaran hoaks meningkat tajam, bahkan mencapai enam kali lipat dari biasanya.
Catatan itu juga menunjukkan bahwa hoaks bertema politik mendominasi hoaks yang tersebar menjelang Pemilu 2019. Ujaran kebencian juga kerap kali disuarakan oleh politisi.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Dorong Penyelenggara Pemilu Susun Aturan Kampanye di Medsos Lebih Komprehensif
“Itu seperti apa transparansinya? Kan banyak tuh laporan konten-konten yang ini menyerang LGBT, disabilitas mental, ini menyerang agama minoritas nah terus transparansi itu seperti apa,” jelasnya.
“Apa yang dilakukan oleh platform terhadap konten-konten yang bahaya dan ilegal itu. KPU seharusnya bisa mengatur itu,” Amel menambahkan.
Sebagai informasi, Perludem menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif.
Koalisi ini juga mendorong partai politik, calon presiden, calon legislatif dan calon kepala daerah untuk berkampanye secara informatif dan edukatif, tidak menyebarkan hoaks, tidak menggunakan ujaran kebencian berlandaskan SARA dan identitas lainnya yang selama
ini telah menyasar dan memunculkan ancaman bagi warga rentan dan marginal
“Kampanye semacam ini telah menyebabkan keresahan dan pembodohan publik, menajamnya diskriminasi dan munculnya konflik di masyarakat. Kami menolak keras eksploitasi materi dan konten kampanye, termasuk di media sosial, yang mendiskreditkan atau merendahkan martabat kelompok rentan dan marjinal,” tulis koalisi itu dalam rilisnya.