Selanjutnya, potensi permasalahan kedua terkait dengan aspek peserta pemilu yang disebutnya marak melakukan politik uang hingga tidak tertibnya penggunaan alat peraga kampanye (APK).
"Kemudian belum optimalnya transparansi pelaporan dana kampanye, netralitas aparatur sipil negara (ASN), dan penggunaan APK yang tidak tertib," ujarnya.
Lalu, potensi permasalahan yang terakhir muncul juga dari pemilih sendiri.
Berkaca dari pemilu sebelumnya, Rahmat mengungkapkan banyak kesulitan yang dialami pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.
Tak hanya itu, penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian turut menjadi permasalahan yang harus diselesaikan.
"Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan hoaks dan 'hate speech' (ujaran kebencian) akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," ujar Rahmat.
Baca juga: Bawaslu DKI Dapat Dana Hibah Rp 206 Miliar dari Pemprov untuk Pelaksanaan Pilkada 2024
Kendati demikian, Rahmat menegaskan pihaknya tetap berupaya melakukan pencegahan dengan berbagai strategi.
Namun, sambungnya, upaya pencegahan tersebut harus didukung dari lintas instansi, tokoh, dan masyarakat.
"Kami melakukan identifikasi kerawanan seperti membuat indeks kerawanan pemilu (IKP), melakukan program pendidikan politik dan memperluas pengawasan antisipatif," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilkada 2024