Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok masyarakat sipil mengadukan seluruh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Selasa (15/8/2023).
Kelompok yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan ini melaporkan ketujuh Anggota KPU RI karena diduga melakukan tindakan melanggar prinsip mandiri dalam menyusun regulasi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a Peraturan KPU (PKPU) 10/20223 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Baca juga: KPU Bolehkan Baksos Sebagai Sarana Kampanye, Perludem: Buka Potensi Politik Uang
Fokus aduan dari PKPU 10/2023 itu terkait norma pembulatan desimal ke bawa penghitungan keterwakilan perempuan.
“Dugaan pelanggaran kode etik yang kami adukan adalah, satu, bahwa KPU RI telah membuat Peraturan KPU khususnya di Pasal 8 ayat (2) huruf a,” kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, selaku perwakilan yang melapor, di Kantor DKPP.
“Di situ diatur bahwa di dalam penghitungan, kalau ada pecahan desimal dua di belakang koma kurang dari 50 maka dibulatkan ke bawah,” sambungnya.
Peraturan itu, lanjut Hadar, bertentangan terhadap semangat konstitusi dalam menciptakan kesempatan yang untuk masyarakat berpartisipasi di dalam pemilu dan pemerintahan.
Serta bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Khususnya pasal 245 yang juga harus dibaca terkait 243, 244, 246, di mana dalam pengajuan daftar calon, itu sekurang-kurangnya atau paling sedikit 30 persen bacalon perempuan di setiap dapilnya,” jelas Hadar
Dalam pelaporan hari ini, pihak pelapor juga mengadukan KPU yang tidak menepati janjinya ihwal bakal mengubah PKPU 10/2023. Sebab sebagaimana diketahui, janji itu lenyap pascakonsultasi KPU dengan DPR.
“Peristiwa atau kejadian kedua, terkait dengan pada tanggal 10 mei pimpinan KPU kita itu melakukan konpers di kantor KPU RI. Pada konpers itu disampaikan bahwa KPU atas masukan dari sejumlah kelompok organisasi masyarakat sipil, termasuk juga kami, itu akan melakukan perubahan dari PKPU-nya,” tuturnya.
“Tetapi kemudian sampai hari ini khususnya setelah kami mendengar hasil dari rapat konsultasi di DPR, KPU senyap dan tidak pernah melakukan perubahan dari PKPU tersebut,” Hadar menambahkan.
Sehingga, langkah KPU ini juga dinilai Hadar dan kawan-kawan merupakan sebuah pembohongan publik.
“Jadi, kami menilai KPU sudah melakukan pembohongan publik, pembohongan kepada kita semua. Mengatakan akan mengubah, tetapi tidak diubah,” tandasnya.
Sebagai informasi, 17 April 2023 KPU telah menetapkan PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinilai bisa membuat keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30 persen.
Baca juga: Perludem: Bawaslu Punya Kewenangan Besar Ketimbang hanya Adukan KPU ke DKPP
Pasal ini mengatur terkait pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah keterwakilan perempuan di satu dapil.
"Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas," bunyi Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Akibat dari aturan itu, keterwakilan perempuan akan kurang dari 30 persen di sejumlah dapil. Semisal, pada dapil yang memberlakukan 7 caleg, 30% dari jumlah tersebut ialah 2,1.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, angka di belakang koma kurang dari 50, maka 2,1 dilakukan pembulatan menjadi 2 orang.