TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua ASA Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengkritik keras rencana Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (Perpu) guna mempercepat pilkada.
Pilkada yang semula telah ditetapkan pelaksanaannya Bulan November 2024 rencananya akan dipercepat atau dimajukan pelaksanaanya di bulan September 2024 mendatang.
"Ini motivasinya apa tiba tiba Pemerintah seolah responsive ingin mempercepat Pilkada. Perlu diketahui basis hukum pembentukan perpu itu harus jelas karena ada kegentingan yang sifatnya memaksa. Terdapat kekosongan hukum dan lain sebagainya. Sementara memajukan Pilkada ini motivasinya tidak jelas,’’ ujar Syamsuddin Alimsyah kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).
Menurut Syamsuddin, semula publik melihat rencana percepatan pilkada hanya sebagai wacana biasa saja yang tidak perlu direspon secara serius.
Namun semua itu terbantahkan menyusul adanya pengakuan dari Ketua Kelompok Fraksi PDI-P DPR RI,
Arif Wibowo bahwa Komisi II DPR RI telah memperoleh paparan dari pemerintah terkait draf perppu percepatan pilkada.
"Ini perlu dicek sepertinya ada aktor dalam pemerintahan yang senang betul membuat gaduh. Seharusnya sekarang ini dilakukan adalah mengajap publik berkosentrasi mengawal tahapan pemilu dan pilpres 2024 akan berkualitas dan melahirkan pemimpin serta wakil wakil yang berintegritas."
Syam demikian biasa disapa menjelaskan setidaknya ada dua hal yang menjadi pertimbangan serius untuk tetap konsisten pada pada jadwal pilkada yang sudah ditetapkan, tanpa mengutak atik lagi.
Pertama, menjaga kepastian agenda pilkada adalah bagian dari upaya kita menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi yang sudah berjalan.
Kedua, bahwa proses pemilu 2024 yang sedang sekarang ini belum selesai. Pemungutan suara baru akan dilaksanakan 15 februari mendatang yang tentu kita semua berharap berjalan lancer dan sukses meski dalam saat bersamaan tidak ada satu orang pun menjamin tidak akan ada sengketa hasil setelahnya.
Sementara hasil perolehan suara Pemilu di bulan Februari 2024 akan menjadi basis syarat dukungan partai politik mengusung calon pada pilkada 2024. Tentu suara itu adalah suara sah dan bukan estimasi.
Ketiga, terkait kesiapan penyelenggara pemilu yang juga harus diantisipasi. Jangan lupa ratusan petugas penyelenggara pemilu tahun 2019 yang mendadak meninggal dan misterius.
Belum lagi ada masalah lain yang potensial terjadi misalnya penyelenggara ditemukan banyak bermasalah etik dan diberhentikan oleh DKPP. Ini harus pembelajaran dan disetup betul sebagai pembelajaran diantisipasi secara serius.
Berdasarkan hal tersebut ASA Indonesia tidak melihat argumentasi yang kuat sebagai pembenar lahirnya perpu percepatan pilkada.