TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak mendukung pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Namun banyak juga yang memberikan respons negatif.
Diketahui, peluang Wali Kota Solo maju di pentas Pilpres 2024, menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perkara uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia capres dan cawapres, Senin (16/10/2023).
Sebelumnya, UU Pemilu hanya mengatur batas usia minimal capres-cawapres, yakni 40 tahun.
Perkara batas usia ini mendapat sorotan dari publik.
Hal ini dikaitkan dengan dorongan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menjadi cawapres Prabowo.
Lalu bagaimana tanggapan miring terkait hal ini?
Dikutip dari Tribun Medan, pegiat media sosial yang juga pendukung Ganjar Pranowo yakni Denny Siregar menyerang politik dinasti yang dilakukan Presiden Jokowi.
Denny Siregar yang biasanya memuji keras Presiden Jokowi, kini tampaknya sudah berani mengambil sikap berbeda.
Dimana Denny Siregar mengkritik keras Jokowi dan keluarganya terkait dengan isu dinasti politik.
Bahkan, Denny Siregar membandingkan keluarga Jokowi dengan keluarga mantan Presiden Soeharto.
Kritik ini dilontarkan Denny lewat unggahan video di kanal YouTube 2045 TV.
Bahkan karena kritiknya itu, Denny Siregar kini keluar dari Cokro TV yang dibesarkannya.
Ia juga menyoroti MK sebagai Mahkamah Keluarga.
Awalnya, Denny cerita soal anak-anak dan kroni mantan presiden Soeharto yang menurutnya menjadi penyebab kebobrokan rezim orde baru hingga diturunkan paksa mahasiswa pada 1998. Usai bercerita soal Soeharto, Denny lalu masuk soal isu dinasti politik Jokowi dan keluarganya.
"Saya mendengar banyak banget kasak kusuk di masyarakat akan menguatnya isu politik dinasti di keluarga Jokowi, bermula dari Gibran menjadi Walikota Solo, kemudian Bobby Nasution menjadi Walikota Medan dan yang terakhir Kaesang, putra bungsunya yang menjadi ketua umum PSI," kata Denny.
Baca juga: Respons Parpol Koalisi Indonesia Maju, Nama Gibran Rakabuming Paling Kuat Jadi Cawapres Prabowo
Dirinya mengutarakan anak-anak Jokowi yang mendapat keistimewaan terjun politik semakin menjadi bahan pembicaraan.
"Diam-diam Ada perasaan yang berkembang di masyarakat tentang betapa mudahnya menjadi anak-anak presiden. Padahal di saat yang sama banyak anak muda lain harus berjuang sendirian, tanpa bantuan nama besar ayahnya, bahkan untuk sekedar hidup saja," ujarnya.
Denny menuturkan, ketika Kaesang didaulat menjadi kader PSI dan hanya dalam waktu 2 hari saja tiba-tiba menjadi Ketua Umum PSI sentimen negatif itu semakin menguat dan keluar dalam bentuk sindiran-sindiran halus bahkan bahan tertawaan atas kemudahan luar biasa yang didapatkan anak-anak Jokowi dalam berbisnis dan berpolitik.
"Itu membuat banyak orang iri hati dan membanding-bandingkan diri mereka yang tidak pernah mendapatkan fasilitas-fasilitas itu," katanya.
Namun, Denny Siregar mengaku videonya yang berisi kritikan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal politik dinasti telah hilang atau kena take down.
Tetapi ia memilih tidak menyebutkan secara gamblang di akun medsos mana video yang menyindir politik dinasti itu kena take down.
"Di sana di take down, yah bersuara di sini. Gampang kan, sekarang suara-suara sulit dibungkam." tulisnya dalam cuitannya di akun X (Twitter), dikutip Kamis (12/10/2023).
Dalam cuitan selanjutnya, ia merasa heran lantaran MK yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman belum juga memberi putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 16 Maret 2023.
Denny Siregar turut curiga ada lobi-lobi dari pihak tertentu untuk meloloskan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
“Apa sih yang ditunggu? Atau benar isu selama ini kalo ada yang lobi-lobi dari sebelah supaya bisa meloloskan seorang anak?” tanyanya lewat media sosial X, Selasa (10/10).
Dalam cuitan lainnya, Denny bahkan memperingatkan MK untuk tidak membuat keputusan yang aneh-aneh jelang pendaftaran capres-cawapres yang akan dibuka KPU pada 19 Oktober nanti.
Secara tegas, Denny juga mengatakan bahwa sorotan ini disampaikan bukan karena dia takut Gibran menjadi cawapres dan kemudian mengalahkan jagoannya di Pilpres 2024.
Tapi, karena dia khawatir hukum dijadikan permainan.
“Banyak yg salah paham kalo gua takut si anak jadi Cawapres dan kalahkan Capres lainnya. Bukan. Bukan itu poinnya,”
“Yang gua takut ketika hukum dipakai untuk meloloskan si anak, hukum itu juga punya potensi untuk memenangkan si anak ketika terjadi perselisihan angka,”
“Kalau hukum sudah berpihak, maka tidak ada wasit dalam pertandingan. Sama aja kayak sepakbola gajah yang semuanya diatur supaya si A menang.. Lalu buat apa ada pertandingan ?,” lanjutnya dalam cuitannya.
'Mahkamah Keluarga'
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai, uji materi ketentuan batas usia capres-cawapres di MK sarat akan nuansa politis, utamanya kepentingan dinasti politik keluarga Jokowi.
“Deretan permohonan uji materi ini bukan lagi ditujukan untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga, tetapi diduga kuat dilandasi nafsu kuasa keluarga Jokowi dan para pemuja Jokowi yang hendak mengusung Gibran Rakabuming Raka, yang belum genap 40 tahun, sebagai cawapres Prabowo,” kata Hendardi kepada Kompas.com, Selasa (10/10/2023).
Hendardi menyebut, puluhan pakar dan pegiat hukum-konstitusi sedianya telah mengingatkan bahwa aturan tentang batas usia seseorang menduduki jabatan bukanlah isu konstitusional, melainkan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.
Seharusnya, ketentuan syarat usia capres-cawapres tidak diuji MK.
Oleh karenanya, semua pihak diharap mengingatkan dan mengawal MK agar tidak menjadi instrumen legalisasi kandidasi yang menopang dinasti politik Jokowi.
“Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka MK bukan hanya inkonsisten dengan putusan-putusan sebelumnya, tetapi juga kehilangan integritas dan kenegarawanan,” kata Hendardi.
“MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi, jika karena putusannya, Gibran bisa berlaga dan memenangi pilpres. Ini adalah cara politik terburuk yang dijalankan oleh penguasa dari semua Presiden yang pernah menjabat,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hendardi menyebut, sulit buat publik tidak mengaitkan hubungan kekerabatan Anwar Usman dengan keluarga Jokowi dalam perkara ini.
Apalagi, jika kelak putusan MK dianggap menguntungkan Jokowi dan dinasti politiknya.
Dengan situasi demikian, lanjut Hendardi, tak heran jika kini MK dilabeli sebagai “Mahkamah Keluarga”.
“Itu semakin menguatkan tudingan orang tentang ‘Mahkamah Keluarga’,” katanya.
Hendardi menambahkan, MK harus tahan ujian di tahun politik, terkhusus soal gugatan syarat usia minimum capres-cawapres yang kini menanti diputus.
"Meskipun sebagian orang telah meragukannya, MK adalah satu-satunya harapan penjaga kualitas demokrasi dalam pemilu, saat para penyelenggaran Pemilu dan pemerintah menunjukkan gejala tidak netral dalam kontestasi," kata Hendardi.
"MK juga yang bisa menghentikan konsolidasi politik dinasti yang dikendalikan oligarki, yang terlanjur memerankan sebagai pengendali republik melalui praktik vetocracy di hampir semua kebijakan negara," lanjutnya.
Gibran singkirkan sederet 'nama besar'
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, munculnya nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di bursa calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto seakan menyingkirkan nama-nama besar di Koalisi Indonesia Maju.
Padahal, ketimbang Gibran, nama-nama itu lebih dulu masuk bursa cawapres Prabowo.
“Dengan menjadikan Gibran sebagai prioritas cawapres ini kan secara tidak langsung menafikan tiga partai politik pendukung Prabowo,” kata Adi kepada Kompas.com, Rabu (11/10/2023).
Hingga kini, rencana pencapresan Prabowo didukung oleh empat partai politik (parpol) parlemen yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Prabowo juga didukung dua parpol non-parlemen, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Gelora.
Jajaran petinggi partai pendukung Prabowo sempat digadang-gadang jadi calon RI-2.
Sebutlah Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Lalu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ada pula Ketua Umum PAN yang juga Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Nama lain, ada Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum Partai Gelora yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI Anis Matta.
Sosok Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) Erick Thohir yang sebelumnya santer disebut sebagai kandidat cawapres potensial pun seakan tersingkirkan oleh Gibran.
“Seakan jauh lebih hebat Gibran yang sebenarnya masih baru masuk dalam dunia politik,” ujar Adi.
Adi menilai, mulusnya jalan Gibran di panggung politik tak lepas dari privilesenya sebagai putra Presiden Joko Widodo.
Sebagai putra dari pimpinan negara, sosok Gibran dianggap punya modal nama besar.
Oleh karenanya, meski belum genap 3 tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gibran kini mendapat tawaran untuk menjadi bakal cawapres Prabowo.
“Kita sampai pada suatu masa di mana untuk bisa menjadi politisi, untuk bisa menjadi calon pemimpin di negara ini, enggak perlu umur tua, enggak perlu pengalaman yang panjang, enggak perlu pengalaman yang mentereng,” kata Adi.
“Yang paling dekat dengan kekuasaan kemungkinan menang, menjadi prioritas untuk bisa dimajukan dan dipilih,” lanjutnya.
Memang, jam terbang Gibran di panggung politik belum seberapa. Namun, Adi menyebut, buat para pendukung Prabowo dan Gibran, itu tak menjadi soal.
Baca juga: Gibran Masuk Bursa Cawapres Prabowo, Airlangga: Lihat Esok
Buat para pendukungnya, Gibran dianggap sudah mumpuni dengan portofolio hampir 3 tahun menjadi Wali Kota Solo.
Padahal, kata Adi, sosok cawapres bukan sekadar pelangkap capres. Meski bertugas mendampingi presiden, kursi wakil presiden seharusnya diisi oleh orang yang berpengalaman.
“Kita tidak bisa menutup mata, terutama bagi kubu yang anti dan tidak mendukung Prabowo, tentu Gibran masih dianggap belum cukup umur belum cukup pengalaman,” tuturnya. (*)