"Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sebagimana disampaikan tadi KPU akan melakukan kajian terhadap apa yang menjadi amar dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut," kata Hasyim, dalam konferensi pers, di Kantor KPU RI, Senin (16/10/2023) malam.
"Dan akan dilakukan penyesuaian norma di dalam Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2023 tentang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden," sambungnya.
Hasyim mengungkapkan, nantinya KPU akan menyusun draft revisi PKPU dan mengonsultasikan kepada DPR dan Pemerintah.
"Nanti kami akan menyusun draft perubahan atau revisi Peraturan KPU tersebut dan kami akan sampaikan pada pemerintah dan kepada DPR, dalam hal ini Komisi II DPR dalam waktu dekat," ungkap Hasyim.
Lebih lanjut, Hasyim menjelaskan, soal konsultasi kepada DPR dan Pemerintah, merupakan sebuah keharusan bagi KPU dalam menyusun peraturannya.
"Seperti yang saya sampaikan tadi, KPU harus meresposnya dengan cara berkirim surat pada dua pihak. Karena kalau dalam UU Pemilu dalam pembentukkan PKPU, kan disebutkan harus berkonsultasi pada DPR dan lembaga pemerintah," kata Hasyim.
"(Draft revisi PKPU) kami sampaikan pada pemerintah dan pada DPR dalam rangka untuk bagaimana sikap (KPU) untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut."
Sebelumnya, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, putusan MK bersifat final dan mencakup kekuatan hukum mengikat.
Sehingga, kata Idham, penyesuaian norma terkait 'berpengalaman sebagai kepala daerah' akan dilakukan terhadap PKPU Nomor 19 tahun 2023.
Sebab, sebelumnya soal batas minimal usia capres-cawapres 40 tahun telah diatur KPU melalui pasal 13 Ayat (1) huruf q PKPU nomor 19 tahun 2023 yang diundangkan pada tanggal 13 Oktober 2023 tentang pencalonan peserta pemilu, presiden dan wapres.
"Bahwa posisi KPU sebagai penyelenggara pemilu taat dan patuh dalam ketentuan UU Pemilu maupun putusan MK. Sehingga dalam konteks putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023, KPU akan melakukan penyesuaian norma dalam PKPU nomor 19 tahun 2023 dengan putusan MK tersebut," kata Idham, dalam konferensi pers, di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Lebih lanjut, Idham juga menjelaskan, dalam hal terdapat 'kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang akan dicalonkan sebagai capres atau cawpares', maka diberlakukan ketentuan pasal 171 Ayat (1) dan (4) UU 7/2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu).
Adapun pasal tersebut mengatur tentang keharusan kepala daerah aktif yang ingin mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres untuk meminta surat izin kepada presiden untuk disampaikan kepada KPU, sebagai dokumen persyaratan pencalonan.
"Seseorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden," demikian bunyi pasal 171 ayat (1) UU Pemilu.
"Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon wakil presiden," demikian bunyi pasal 171 ayat (4) UU Pemilu.