Petrus juga menyebut Prabowo Subianto dan Gibran bertemu perwakilan Perhimpunan Kepala Desa meminta dukungan.
Selain itu, Petrus menyebut Aiman Witjaksono memberi informasi soal netralitas Polri, dilaporkan ke Polisi dan diperiksa. Butet Kertaredjasa diminta tidak menampilkan acara bernuansa politis.
Baca juga: Advokat TPDI dan Perekat Nusantara Somasi Presiden Jokowi atas Penyalahgunaan Wewenang
Selanjutnya, Agus Rahardjo yang bercerita pernah diintervensi malah dilaporkan ke Bareskrim.
“Tindakan-tindakan tersebut merupakan ancaman terhadap demokrasi,” ujar Petrus.
Petrus menilai fakta-fakta tersebut menunjukan suara rakyat berupa kritik dan kontrol sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak didengar oleh dan diikuti oleh Presiden Jokowi.
“Bahkan kritik-kritik yang dibuat melalui Somasi TPDI dan Perekat Nusantara dengan tuntutan agar Presiden Jokowi mengembalikam situasi kepada keadaan normal, yaitu Polri netral, Aparatur Negara lain juga netral agar demokrasi berjalan secara sehat tidak juga digubris,” ujar Petrus.
Pada sisi yang lain, kata Petrus, Presiden Jokowi seakan-akan merasa bahwa Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 telah melegitimasi dinasti politik dan nepotismenya yang telah melembaga dalam pemerintahannya sejak putranya Gibran jadi Wali Kota Solo dan menantunya Bobby Nasution jadi Wali Kota Medan.
“Di sini tampak jelas bahwa Presiden Jokowi sesungguhnya telah memusatkan seluruh kekuatan sosial politik berada di bawah kendalinya, sekaligus memperkokoh dinasti politiknya hingga pada suprastruktur kekuasaan lintas lembaga negara, Presiden dan MK,” kata Petrus.
Menurut Petrus, fenomena di mana Jokowi berada dalam pusat kekuasaan yang mengendalikan semua kekuatan politik yang ada, sama dengan apa yang telah dilakukan Orde Baru, yakni Presiden Soeharto pernah melestarikan sentralisasi kekuasaan memperkuat nepotismenya, hingga 32 tahun lamanya.
“Langkah itu kini ditiru oleh Jokowi dengan memperkuat jaringan nepotisme secara terstruktur mirip dengan era Orde Baru,” ujar Petrus.
Kontroversi
Praktisi Hukum sekaligus Advokat pemerhati Pemilu Carrel Ticualu melihat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dari perspektif Hukum Acara MK dan Hukum Tata Negara, berpandangan bahwa Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, menjadi kontroversi.
Pasalnya, menurut Carrel, ternyata Almas, Pemohon Uji Materiil, tidak memiliki legal standing, hanya karena ia mengidolakan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta yang sukses.
“Uji materi menjadi malapetaka, ketika yang memeriksa perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah salah satu keluarga Jokowi, yaitu ketua MK saat itu, Anwar Usman. Menurut UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, diwajibkan harus mundur dari persidangan” ujar Carrel Ticualu.
Carrel menilai meskipun banyak terdapat kontroversi, namun gugatan Almas dikabulkan oleh MK yang saat itu diketuai oleh Anwar Usman sehingga diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh MKMK.