Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berbicara hampir satu jam tentang ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Hal tersebut dilakukan Mahfud saat bersilaturahmi dengan para Mama Sepuh dan Ajengan Anom Se-Sukabumi Raya dan Cianjur di Pondok Pesantren Tahfidz Quran Nurul Hidayah di Sukabumi Jawa Barat pada Rabu (27/12/2023).
Baca juga: Mahfud MD Pastikan Pelayanan Kesehatan Lukas Enembe Memenuhi Standar Sebelum Dinyatakan Meninggal
Di awal pidatonya, Mahfud mengaku hadir sebagai Menko Polhukam dan bukan sebagai calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3.
Mahfud juga mengingatkan larangan untuk berkampanye di institusi pendidikan tanpa izin khusus.
Baca juga: Begini Perbandingan Website Kampanye AMIN, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud
Untuk itu, Mahfud mengatakan berbicara tentang politik kebangsaan dan bukan politik praktis.
Mahfud kemudian menyampaikan sejumlah hal soal ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dari perspektif sejarah, politik, hukum, agama, hingga pengalaman personal.
Setelahnya, Mahfud membuka kesempatan bertanya kepada para peserta yang hadir dalam acara tersebut.
Pertanyaan para hadirin yang ditujukan kepada Mahfud di antaranya terkait kewenangan wakil presiden dalam mengintervensi kebijakan presiden, kesejahteraan guru ngaji, hingga kebijakan pemerintah terhadap pondok pesantren kecil.
Meski telah menegaskan dirinya tidak berkampanye, namun sejumlah peserta yang bertanya kepada Mahfud juga menyampaikan dukungannya untuk menjadi wakil presiden.
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Mahfud kemudian melakukan tanya jawab dengan awak media.
Mahfud menjelaskan dalam pidatonya, satu di antara sejumlah hal yang ia tekankan adalah terkait kebersatuan antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
"Artinya Islam di Indonesia itu harus ikut nasionalisme Indonesia dengan bhinneka tunggal ikanya, dan Indonesia juga mengakui bahwa Islam ini adalah bagian dari sejarah perjuangan bangsa. Tidak boleh ada inklusifisme, merasa ingin diistimewakan," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Kasus Penembakan Relawan Prabowo-Gibran Harus Dibuka Seterang-terangnya
"Tidak boleh ada radikalisme karena nasionalisme Islam itu sama atau menjadi satu dengan nasionalisme Indonesia sehingga kaum muslimin di Indonesia harus mencintai dan merawat Indonesia bersama seluruh warga negara yang lain, yang bergama lain dalam konteks kebhinekaan dan kebersamaan. Itu saja intinya," sambung dia.
Mahfud menekankan hal tersebut karena dirinya melihat adanya gejala-gejala radikalisme di masyarakat.
Gejala tersebut, kata Mahfud, di antaranya tampak dari adanya pihak yang menyatakan bahwa Islam tidak cocok dengan Indonesia.
"Itu nggak bisa begitu. Karena Indonesia ini didirikan oleh ulama-ulama Islam bersama tokoh-tokoh bangsa yang lain. Sehingga harus Indonesia dijaga keutuhannya. Kaum muslimin harus menyatakan Indonesia adalah tanah air ku, engkau adalah panji martabat," kata Mahfud.