"Menggunakan Operation Research, maka pembenahan Alutsista tersebut dituntut mencapai level yang Minimax, yaitu yang minimal dari semua kondisi maksimal," tuturnya.
Lebih jauh Nuning berpendapat pada prinsipnya pembenahan alutsista sebelum MEF ditujukan untuk efisiensi sedangkan pembenahan alutsista setelah MEF ditujukan untuk optimalisasi (efektif dan efisien).
Pembenahan Alutsista TNI setelah MEF membutuhkan profesionalitas prajurit TNI dari ketiga angkatan yang terintegrasi.
"Artinya, sistem pendidikan dan latihan (Diklat) prajurit TNI harus dibenahi sesuai dengan operational requirement dan technical specification alutsista yang diadakan setelah MEF," tuturnya.
Dikatakannya, Diklat TNI harus menerapkan standar dan kriteria profesionalitas prajurit TNI yang baru sesuai parameter alutsista yang terintegrasi.
Pembenahan alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI.
Organisasi TNI dapat dibenahi agar benar-benar berada kondisi siap-siaga tempur.
Dari perspektif ilmu pertahanan, maka tuntutan kondisi tersebut harus dijawab dengan menganalisa sejauhmana efektifitas dan efisiensi organisasi TNI saat kondisi perang atau saat operasi gabungan berlangsung.
Jadi, organisasi tempur TNI adalah organisasi yang bersifat permanen dan bukannya organisasi bentukan (ad hoc).
Organisasi TNI tidak berubah baik pada masa damai maupun pada masa perang.
Idealnya organisasi TNI adalah organisasi tempur permanen yang dapat digunakan secara optimal pada masa damai sekaligus pada masa perang.
"Pembenahan organisasi TNI adalah konsekuensi logis dari pembenahan Alutsista TNI," ujarnya.
Nuning juga mengungkapkan pentingnya Dubes Siber. “Dubes Siber sudah jadi keharusan segera karena di Kementerian Luar Negeri belum menjadi prioritas,” ucapnya.