TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah dosen, mahasiswa dan perwakilan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) lintas angkatan manyampaikan surat terbuka.
Mereka berkumpul untuk menyatakan sikap terkait situasi politik jelang Pemilu 2024 dan menyampaikan seruan moral terhadap dua tokoh penting di Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dua tokoh tersebut yakni Pratikno yang sedang menjabat sebagai Mensesneg dan Ari Dwipayana menjabat sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden.
Dikutip dari Tribun Jogja, para sivitas akademika itu meminta Pratikno dan Ari Dwipayana untuk pulang ke kampus UGM menjalankan demokrasi sebagaimana mestinya.
"Kami berkumpul hari ini karena situasi demokrasi yang terjadi di hari ini. Kami melihat bahwa kekuasaan ada upaya pencideraan demokrasi untuk kepentingan pribadi dan golongannya oleh kekuasaan," kata Faris Rubiyansyah, perwakilan Mahasiswa DPP Fisipol UGM, Senin (12/1/2024).
Faris turut menyayangkan terdapat civitas akademika DPP UGM yang berada di pusaran kekuasaan dan menyalahgunakan demokrasi.
Dalam orasinya Faris menyampaikan rasa-rasanya baru kemarin para mahasiswa mendapat ceramah dari Pratikno dan Ari Dwipayana di kelas mengenai demokrasi.
Para mahasiswa menurutnya diyakinkan demokrasi merupakan sebuah berkah yang harus selalu dijaga.
"Namun, sayangnya, lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran," ujarnya.
"Melihat situasi perpolitikan Indonesia saat ini, rasanya kami semakin resah, sama seperti Mas Ari yang khawatir dengan harga tinggi demokrasi atau seperti Pak Tik yang resah dengan otoritarianisme Orde Baru seperti disampaikan dalam beberapa tulisan dimasa lalu," sambung Faris.
Apa yang dilakukannya sejak 2019 pun menurut Faris terasa sia-sia, sebab Pratikno dan Ari Dwipayana sendiri yang merusak semangat para mahasiswa untuk melawan penyimpangan demokrasi.
"Mahasiswa telah turun ke jalan memprotes banyak hal yang mengancam demokrasi mulai dari revisi UU KPK, terbitnya UU Cipta Kerja, revisi UU ITE, dan lainnya. Lalu hari ini, di tengah perhelatan Pemilu 2024, tampak demokrasi sedang menuju ambang kematiannya," terang dia.
"Rakyat disuguhi serangkaian tindakan pengangkangan etik dan penghancuran pagar-pagar demokrasi yang dilakukan oleh kekuasaan," lanjut Faris.
Ia menyampaikan, para penguasa dengan tidak malu menunjukkan praktik-praktik korup demi langgengnya kekuasaan.