News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

TPN Ganjar-Mahfud: Film Dirty Vote Ungkap Kecurangan Pemilu Secara Masif

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, dalam program Kompas Petang Kompas TV, Senin (13/11/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Film berjudul Dirty Vote mengungkap dan merangkum berbagai bentuk kecurangan masif pada Pemilu 2024.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim.

Dia menilai, film garapan sutradara Dandhy Dwi Laksono ini mengungkap adanya intervensi kekuasaan.

Chico meyakini film ini menjadi sebuah bukti bahwa pemerintah tidak netral karena menyiapkan skenario mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024.

“Film ini mampu mengungkapkan berbagai kecurangan Pemilu yang dilakukan secara masif, bahkan campur tangan kekuasaan istana sangat kental terasa,” kata Chico, Senin (12/2/2024).

Pasangan yang dimaksud Chico adalah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang semula sudah janggal karena melalui proses yang cacat etika merujuk putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia capres dan cawapres.

Selain itu, intervensi pemerintah bahkan sudah sampai memberikan tekanan kepada kepala daerah dan menggunakan aparat baik Polri maupun TNI hingga bantuan sosial.

“Dari film tersebut nampak kuatnya rekayasa pemilu yang diawali dengan manipulasi hukum di MK,” ucap Chico.

“Keberpihakan penguasa istana terhadap Prabowo-Gibran melalui penunjukkan PJ Kepala daerah yang ditempatkan sebagai hak prerogatif presiden, melupakan proses yang seharusnya demokratis."

“Tekanan terhadap kepala daerah, kepala dinas, kepala desa, hingga kelompok demokrasi oleh oknum TNI POLRI yang seharusnya bertindak netral; hingga penyalahgunaan anggaran negara melalui bansos," sambungnya.

Dari fakta-fakta yang dibeberkan, Chico percaya pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo sudah melupakan nilai-nilai sebagai sosok yang berintegritas.

“Dalam pertimbangan akal sehat, nurani, dan moral, kami sungguh tidak menyangka Pak Jokowi sudah berubah seperti itu,” tutur Chico.

“Menempatkan kekuasaan di atas segalanya. Berbagai rekayasa kecurangan tersebut sangat merugikan Ganjar-Mahfud," pungkasnya. 

Sebelumnya, Menyongsong menuju pencoblosan pemilihan umum pada 14 Februari, koalisi masyarakat sipil merilis film dokumenter tentang desain kecurangan pemilu. 

Dokumenter berjudul “Dirty Vote” tayang hari ini mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal YouTube.

Dirty Vote persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini. 

Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. 

Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo. 

Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data. 

Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.
 
“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam keterangannya, Minggu (11/2).

Baca juga: Wapres Maruf Amin Nilai Film Dirty Vote Harus Disambut Baik

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini. 

Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru? 

“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” katanya.

Pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari. 

Menurutnya, esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air. Sebab, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini. 

“Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.

Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini