Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat penghitungan rekapitulasi suara.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KIPP Kaka Suminta punya beberapa pandangan yang jadi dasar kenapa proses penggunaan Sirekap harus dihentikan.
Pertama adalah adanya hambatan, kerancuan, dan berbagai masalah saat dalam proses penggunaan Sirekap di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Di satu sisi hal itu juga dinilai menghambat kinerja KPPS secara keseluruhan.
"Pada saat penggunaanya oleh operator di tingkat TPS, Sirekap menimbulkan hambatan, kerancuan dan berbagai kesalahan," kata Kaka dalam keterangannya, Jumat (16/2/2024).
Kaka juga menilai kinerja Sirekap buruk. Hal itu tergambar dari sistem yang mengalami down dari Rabu (14/2/2024) hingga Kamis (15/2/2024) keesokan harinya.
Selama rentang waktu itu Kaka menyatakan Sirekap hanya mencatat 42,53 persen dari 823.236 TPS. Padahal menurutnya hampir seluruh TPS sudah selesai melakukan penghitungan suara.
Selain itu KIPP juga menemukan banyaknya galat pada akurasi penulisan jumlah perolehan suara serta Sirekap dirasa menimbulkan keresahan dan spekulasi di masyarakat.
"Banyaknya temuan kesalahan, error, pada akurasi penulisan jumlah perolehan suara pada Sirekap di laman KPU. Sirekap menimbulkan keresahan dan spekulasi yang pada intinya mengganggu suasana sosial dan politik masyarakat pasca pemungutan dan penghitungan suara yang berlangsung relatif lancar," tutur Kaka.
Atas hal itu KIPP meminta KPU menghentikan proses Sirekap sepanjang menyangkut penghitungan rekapitulasi elektronik agar tidak menimbulkan spekulasi dan keresahan di masyarakat.
Lalu mengembalikan fungsi model C hasil dan C hasil salinan dengan menayangkan seluruh foto atau gambar model C hasil dan C hasil Salinan untuk seluruh TPS.
Baca juga: Belum Semua Pemilih Paham Mekanisme Rekapitulasi Suara, Kontrol KPU Atas Sirekap Harus Maksimal
KPU juga diminta fokus pada rekapitulasi manual berjenjang sebagaimana diamanatkan oleh UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.