News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Demi Hadapi Sengketa Pilpres dan Pileg di MK, KPU Bentuk Tim Hukum

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin ditemui di Kantor KPU RI, Senin (9/1/2023). | Menanggapi ramainya dugaan kecurangan Pemilu 2024 di tengah masyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun memutuskan untuk membentuk Tim Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024. Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan, Tim Penyelesaian PHPU ini dibuat dengan tujuan untuk menghadapi adanya sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo menyoroti batas waktu 14 hari yang dimiliki Mahkamah untuk memutus sengketa pilpres.

Suhartoyo menilai waktu 14 hari tidak ideal. Meski demikian, ia berjanji akan memaksimalkan penanganan perkara pilpres dalam waktu yang telah ditentukan tersebut.

Untuk diketahui, batas waktu 14 hari diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu.

Sementara itu, tenggat waktu bagi MK memutus sengketa pileg maksimal 30 hari, dan sengketa pilkada maksimal 45 hari.

Baca juga: Kata Sudirman Said soal Persiapan Timnas AMIN Gugat Hasil Pemilu 2024 ke MK

"Dalam batas penalaran yang wajar, bisa enggak MK secara komprehensif menangani itu? Dengan berbagai, katanya, kompleksitas kecurangan atau anggapan-anggapan ada kecurangan, bisa enggak dengan waktu 14 hari kira-kira paling nggak 2 perkara (sengketa diputus)?" kata Suhartoyo, kepada wartawan, Rabu (6/4/2024) malam.

"Kita tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan. Di luar itu kan kadang-kadang itu instrumen yang di luar kemampuan kami," sambungnya.

Suhartoyo kemudian mengatakan, berdasarkan sejumlah pengalaman pada sengketa pilpres sebelumnya, terdapat banyak sekali permintaan untuk menghadirkan saksi.

Di sisi lain, para pemohon bisa saja menyampaikan puluhan hingga ratusan dalil kecurangan.

Baca juga: Ketua MK Sebut Pengalaman Sengketa Pemilu Sebelumnya Jadi Bahan Mitigasi

Namun, Suhartoyo menjelaskan pendapatnya berkaitan dengan waktu 14 hari yang ada.

"Kita bisanya hanya mendengar 15 saksi kan. Iya kan? Yang 2019 coba ingat. Nah sekarang (misalnya) ada 1000 dalil, saksinya harus 1000, kapan kita mau periksa 1000 saksi itu?" ujar Suhartoyo.

Padahal, ia menekankan, setiap dalil harus dibuktikan di dalam persidangan.

Di antaranya melalui pembuktian dengan surat, keterangan saksi, hingga ahli.

Baca juga: NasDem Pastikan Gunakan Hak Angket untuk Selidiki Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

Terlebih, kata Ketua MK itu, dimensi penyelenggaraan pilpres sangat luas dan kompleks.

Hal ini, menurutnya, berbeda dengan sengketa pileg yang terbatas pada cakupan dapil tertentu, atau pilkada pada cakupan provinsi dan kabupaten/kota tertentu saja, sementara sengketa pilpres mencakup seluruh Indonesia.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini