News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Soroti Aturan Batas Waktu PHPU, MK Bakal Maksimalkan 14 Hari untuk Putus Sengketa Pemilu

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyoroti batas waktu 14 hari yang dimiliki Mahkamah untuk memutus sengketa pilpres.

Suhartoyo menilai waktu 14 hari tidak ideal. Meski demikian, ia berjanji akan memaksimalkan penanganan perkara pilpres dalam waktu yang telah ditentukan tersebut.

Baca juga: Jelang KPU Umumkan Hasil Pemilu, MK Gelar Simulasi Penanganan PHPU

Untuk diketahui, batas waktu 14 hari diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu. Sementara itu, tenggat waktu bagi MK memutus sengketa pileg maksimal 30 hari, dan sengketa pilkada maksimal 45 hari.

"Dalam batas penalaran yang wajar, bisa enggak MK secara komprehensif menangani itu? Dengan berbagai, katanya, kompleksitas kecurangan atau anggapan-anggapan ada kecurangan, bisa enggak dengan waktu 14 hari kira-kira paling nggak 2 perkara (sengketa diputus)?" kata Suhartoyo, kepada wartawan, Rabu (6/4/2024) malam.

Baca juga: Jelang Pendaftaran PHPU MK Dibuka, KPU Pastikan Penetapan Hasil Pemilu Tepat Waktu

"Kita tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan. Di luar itu kan kadang-kadang itu instrumen yang di luar kemampuan kami," sambungnya.

Suhartoyo kemudian mengatakan, berdasarkan sejumlah pengalaman pada sengketa pilpres sebelumnya, terdapat banyak sekali permintaan untuk menghadirkan saksi. 

Di sisi lain, para pemohon bisa saja menyampaikan puluhan hingga ratusan dalil kecurangan. Namun, Suhartoyo menjelaskan pendapatnya berkaitan dengan waktu 14 hari yang ada.

"Kita bisanya hanya mendengar 15 saksi kan. Iya kan? Yang 2019 coba ingat. Nah sekarang (misalnya) ada 1000 dalil, saksinya harus 1000, kapan kita mau periksa 1000 saksi itu?" ujar Suhartoyo.

Padahal, ia menekankan, setiap dalil harus dibuktikan di dalam persidangan. Di antaranya melalui pembuktian dengan surat, keterangan saksi, hingga ahli.

Terlebih, kata Ketua MK itu, dimensi penyelenggaraan pilpres sangat luas dan kompleks. 

Hal ini, menurutnya, berbeda dengan sengketa pileg yang terbatas pada cakupan dapil tertentu, atau pilkada pada cakupan provinsi dan kabupaten/kota tertentu saja, sementara sengketa pilpres mencakup seluruh Indonesia.

"Apa kita mau mendengar 100 saksi, kapan waktunya, 14 hari? Apalagi dua perkara misalnya, bagi dua saja 7 hari kerja dan 7 hari kerja (masing-masing harus sudah putus)," kata Suhartoyo.

Lebih lanjut, Suhartroyo berharap, kekurangan yang terjadi karena keterbatasan waktu yang dimiliki Mahkamah, memperoleh pemakluman.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini