Sementara itu, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek, menyatakan Fraksi PPP di DPR RI belum tentu mengikuti sikap rekan koalisinya yakni PDIP untuk ikut mengajukan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
PPP, kata dia, memiliki sikap sendiri yang belum tentu menolak dan belum tentu setuju dengan hak angket.
"Belum tentu (ikut PDIP), karena PPP memiliki sikap sendiri, dan belum tentu juga menolak. Dan belum tentu juga setuju kan," kata Awiek kepada wartawan pada Jumat (15/3/2024).
Apalagi, kata dia, belum ada pembicaraan hak angket di internal PPP.
Di samping itu, Plt Ketua Umum DPP PPP M Mardiono, kata dia, juga belum memberikan arahan soal hak angket.
Awiek juga menegaskan PPP masih fokus terhadap rekapitulasi Pemilu 2024.
"Enggak ada. Arahannya sampai sekarang kawal rekapitulasi berjenjang, karena itu lah nyawa PPP di situ," kata dia.
Dengan demikian, lanjut dia, Fraksi PPP akan bersikap soal hak angket usai KPU RI mengumumkan rekapitulasi hasil pemilu 2024.
"Hak angket itu PPP akan bersikap setelah nanti tanggal 20 Maret. Kita masih fokus pada rekapitulasi suara," kata dia.
Rancangan Naskah Akademik Hak Angket Disebut Telah Rampung
Sejak awal bulan Maret 2024 lalu, calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD mengatakan telah membaca lebih dari 75 halaman naskah akademik hak angket Pilpres 2024.
Mahfud mengatakan naskah akademik tersebut cukup tebal.
Hal itu disampaikannya usai olahraga pagi di kawasan Jakarta Pusat pada Jumat (8/3/2024).
"Saya membaca bahwa rancangan angket itu serius dan sudah jadi. Saya sudah pegang naskah akademiknya tebal sekali. Di atas 75 halaman lah ya yang sudah saya baca itu. Jadi angket itu jalan," kata Mahfud.
Ia mengatakan di dalam naskah akademik tersebut juga sudah ada nama-nama anggota DPR yang akan menandatangani dokumen itu.
Mahfud mengatakan proses pengajuan hak angket sudah pada level koordinasi teknis.
"Tinggal kan itu perlu koordinasi teknis ya, siapa yang tanda tangan di depan. Itu sudah ada nama-namanya, tapi yang mau tanda tangan itu kan harus membaca dulu juga ya, biar nanti ketika mempertahankan itu tahu," kata dia.
Namun, ia mengatakan pihak partai politik yang lebih mengetahui detil soal nama-nama tersebut.
Mahfud juga menegaskan dirinya tidak ikut langsung dalam proses hak angket tersebut.
"Itu jalur politik yang dikoordinir kalau pada tingkat paslon itu oleh Mas Ganjar. Saya jalur hukumnya. Kita berbagi tugas tetapi tetap punya kaitan," kata Mahfud.
Mahfud memandang proses hak angket tersebut tidak akan mandek untuk tahap pengusulan di DPR.
Akan tetapi, lanjut dia, perdebatannya kemungkinan akan ada pada tahap persetujuan di DPR.
"Ya mungkin ya, mungkin tidak. Kalau saya melihat semangatnya itu tidak akan mandek untuk tahap pengusulan ya. Nanti perdebatannya di tahap persetujuan, apakah mau dilanjutin usul ini, atau tidak," kata Mahfud.
Menurutnya, hal yang akan digugat dalam penggunaan hak angket oleh DPR adalah kebijakan pemerintah terkait pelaksnaaan beberapa undang-undang yang berimplikasi pada Pemilu.
"Kalau jalur politik, itu angket. Itu yang digugat adalah kebijakan pemerintah, bukan paslon, bukan KPU yang dipersolkan di angket itu, tapi kebijakan pemerintah di dalam pelaksanaan beberapa undang-undang yang berimplikasi tentu saja dalam prakteknya terhadap pemilihan umum," kata dia.
"Tetapi tidak akan menafikan hasil pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU dan MK, itu angket," sambung Mahfud.
Dengan begitu, kata Mahfud, penggunaan hak angket DPR tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden.
Sebab, lanjut dia, dari sudut teknis prosedural hal tersebut berbeda satu sama lain.
"Angket itu tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan. Angket itu nggak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden, karena dari sudut teknis prosedural berbeda," kata Mahfud.
Akan tetapi, kata dia, terbuka kemungkinan dalam pelaksanaannya nanti angket akan menyimpulkan sesuatu.
Ia mencotohkan misalnya ditemukan penyalahgunaan anggaran negara atau korupsi.
"Bisa saja nanti misalnya angket menyimpulkan satu, telah terjadi penyalahgunaan anggaran negara, yang kedua, telah terjadi korupsi, nah kalau korupsi itu pemakzulan kan, nah itu nanti dibentuk panitia pemakzulan lagi beda lagi, dan itu lama," kata Mahfud.
"Mungkin ada indikasi tindak pidana, itu nanti akibat hukumnya bukan pemakzulan, hukum pidana biasa. Nah itu normatifnya begitu kalau angket itu. Tidak akan ada hasil angket presiden makzul, nggak bisa," sambung Mahfud.