Dia menuturkan, hal ini harus dijelaskan oleh KPU, mengenai masalah yang terjadi pada sistem Sirekap. Apakah ada error pada sistem ataukah jangan-jangan ada gangguan dari hacker (peretas).
Baca juga: Pakar IT Sebut Data Sirekap Ceroboh dan Tidak Valid, Berikut Penjelasannya
Anas menambahkan, analisa terhadap data rekapitulasi suara di Sirekap pun menjadi sulit karena proses tabulasi selanjutnya yang di scan KPU dalam bentuk data PDF bukan dari Excel.
Hal ini menyulitkan pencocokan data antara form C1 yang sudah di scan dengan data pada Sirekap yang tidak sesuai form C1 dan sudah diperbaiki, dan hasil rekapitulasi manual berjenjang.
Padahal dengan menampilkan hasil excel data yang diperbaiki agar sesuai dengan form C1 yang di scan, maka bisa ditelusuri data yang salah terjadi di mana dan perbaikannya dilakukan oleh siapa.
"Idealnya kalau scan form C1 enggak bisa terbaca, diisi data secara manual bisa langsung diperbaiki dan sinkron. Tapi kenyataannya perubahan terjadi berulang-ulang. Itu perubahan yang boleh dibilang ilegal dan tidak masuk akal. Kenapa diubah-ubah sebanyak itu, apakah memang C1-nya beda atau di-upload ulang," ujar Anas.
Terkait dengan itu, Anas menyampaikan, perlu dilakukan digital forensik dalam mengusut hasil rekapitulasi suara yang telah diumumkan KPU. Dengan demikian, dapat dibedah apakah data pada Sirekap sinkron dengan data pada hasil rekapitulasi suara manual berjenjang.
"Kita tidak bisa membiarkan masalah ini diabaikan begitu saja karena ini menyangkut sistem negara, dipakai oleh lembaga negara untuk kepentingan masyarakat. Kalau ini tidak dijelaskan berarti ada sesuatu yang sedang terjadi dalam sistem pemilu kita," kata Anas.