News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Profil Romo Magnis Suseno, Hadir Jadi Saksi Ahli di Sidang Pilpres 2024, Ungkap 5 Pelanggaran Berat

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Berikut profilnya.

Dalam keterangannya, Romo Magnis menyampaikan lima pelanggaran etika berat di Pilpres 2024 menurut dia.

Romo Magnis mengatakan, pelanggaran etika berat yang pertama adalah pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Pasalnya, menurut Romo Magnis, Majelis Kehormatan MK (MKMK) sudah menetapkan pencalonan Gibran sebagai pelanggaran etika berat.

"Sudah jelas. Mendasarkan diri pada keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika berat merupakan pelanggaran etika yang berat itu sendiri."

"Penetapan seseorang sebagai cawapres yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat,” papar Romo Magnis saat sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa

Pelanggaran yang kedua, lanjut Romo Magnis, adalah keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada salah satu pasangan calon (paslon).

Meski secara pribadi presiden memiliki pandangan politik, namun menurut Romo Magnis, seharusnya pemimpin negara harus tetap netral.

Baca juga: Romo Magnis di Sidang MK: Aksi Presiden Bagi-bagi Bansos Merupakan Pencurian & Melanggar Etika

Apalagi, lanjut dia, menggunakan kekuasaan untuk mendukung atau memengaruhi salah satu paslon tertentu dalam pemilu.

“Presiden boleh saja memberi tahu, bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang. Tetapi, begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain, untuk mendukung salah satu paslon serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, dia secara berat melanggar tuntutan etika, bahwa dia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi," urainya.

Lalu, pelanggaran yang ketiga adalah nepotisme.

Romo Magnis menjelaskan, menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat demi kepentingan pribadi atau keluarga, adalah tindakan memalukan.

Ia juga menyebut hal itu sebagai bentuk ketidakmampuan pemimpin untuk memahami esensi dari jabatannya.

“Kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan."

"Karena membuktikan bahwa dia tidak mempunyai wawasan presiden 'hidupku 100 persen demi rakyatku' melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya,” jelas Romo Magnis.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini