Sebab, pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk PHPU Pilpres, sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum.
"MK tidak memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini atau pendapat yang dikemas dalam bingkai amicus curiae," ucap Fahri.
Apalagi, Fahri menuturkan bahwa jika pihak yang mengajukan amicus curiae mempunyai conflict of interest secara subjektif terhadap perkara itu sendiri.
"Pihak-pihak ini tentunya mempunyai intention agar memenangkan perkara in case yang sifatnya kongkrit dengan mencoba mengunakan sarana hukum tersamar amicus curiae atau bentuk lain dari intervensi yang sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK," jelasnya.
Fahri meminta semua pihak untuk membiarkan para hakim memutus perkara sengketa Pilpres secara objektif dengan mengedepankan prinsip Imparsialitas.
Sejumlah tokoh tengah mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait sengketa Pilpres 2024.
Salah satunya adalah Presiden ke-5 sekaligus Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas juga sudah menyerahkan Amicus Curiae.
Kemudian, Indonesian American Lawyers Association (IALA), Habib Rizieq Syihab, Reza Indragiri Amriel, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia.
Lalu, Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan, Burhan Saidi Chaniago (Mahasiswa STIH GPL Jakarta), Gerakan Rakyat Menggugat, Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub, dan beberapa tokoh lainnya.