TRIBUNNEWS.COM - Pengamat menilai, Amicus Curiae yang diterima Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menjadi pertimbangan hakim sebelum memutuskan sengketa Pilpres 2024 hari ini, Senin (22/4/2024).
Sebagaimana diketahui, hingga kini, MK telah menerima sebanyak 14 Amicus Curiae atau Sahabat Peradilan pada batas akhir Selasa (16/4/2024).
"Hakim sudah mengatakan MK bahwa akan dipertimbangkan (Amicus Curiae). Kecuali yang disampaikan setelah tanggal 16. Jadi, MK akan mempertimbangkan itu karena menurut MK begitu," kata Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari di Jakarta, Jumat (20/4/2024), dikutip dari Wartakotalive.com.
Satu di antara tokoh yang mengajukan Amicus Curiae adalah Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Menurut Feri, Amicus Curiae yang diajukan Megawati tersebut tak melanggar aturan.
Jadi, apabila ada yang masih mempertanyakan hal itu, maka sebaiknya membaca konsep beracara di MK dulu.
"Bu Mega dan partainya bukan peserta, tidak bisa jadi pihak (Berperkara). Yang menjadi pihak adalah calon presiden," jelasnya.
Maka dari itu, Feri mengatakan, Megawati boleh menjadi salah satu orang yang mengajukan Amicus Curiae.
Menurutnya, jika ada yang menyatakan upaya itu punya konflik kepentingan, Feri mempertanyakan kembali soal putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Pertanyaan besarnya kenapa tidak dibicarakan antara presiden, paman (Usman) dan Gibran. Jelas sekali konflik kepentingannya, begitu Bu Mega langsung ingat konflik kepentingan," kata Feri.
"Begitu Paman Usman dan Gibran yang jelas-jelas punya konflik kepentingan, lupa," tegasnya.
Baca juga: Beda dengan Anies dan Ganjar yang Hadir Langsung di MK, Prabowo Pilih Tetap Bekerja Hari Ini
Pakar Hukum Sebut Amicus Curiae Tak Bisa Jadi Pertimbangan
Sementara itu, Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Qurrata Ayuni menekankan, hakim MK tak bisa memasukkan pendapat Amicus Curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan.
"Itu bukan merupakan salah satu alat yang digunakan di dalam persidangan di MK, baik dari kedua belah pihak, baik dari pemohon maupun dari KPU," kata Ayuni kepada wartawan, Rabu (17/4/2024).
"Ada prinsip bahwa kekuasaan kehakiman itu adalah independen, dia tidak bisa di-press by mass atau press by press, tidak bisa ditekan oleh massa atau ditekan oleh opini. Jadi dia tidak boleh ditekan oleh opini," tambahnya.