Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin buka suara mengenai penolakan Partai Gelora terhadap PKS jika bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran.
Ujang mengatakan, sejatinya tidak sulit bagi PKS untuk bisa bergabung dengan partai-partai koalisi Prabowo-Gibran.
"Saya melihat tidak sulit asal Prabowo-nya. Kalau Prabowo mau, partai-partai koalisi juga akan menerima," ucap Ujang, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Rabu (1/5/2024).
Namun, Ujang menyoroti penolakan Partai Gelora terhadap PKS untuk masuk ke koalisi partai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ia menilai, akan ada tarik ulur soal masuk atau tidaknya PKS ke koalisi paslon nomor urut 2 itu.
"Ada resistensi dari Gelora itu. Sehingga kemungkinan akan tarik ulur soal PKS masuk Prabowo-Gibran tersebut," katanya.
Ujang megatakan, di dunia politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Melainkan, soal kepentingan saja.
"Kalau politiknya sedang beku, enggak ketemu. Tapi kalau politiknya sedang cair, ketemu," jelas Ujang.
Diketahui, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menolak PKS yang hendak bergabung ke pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
Mahfuz bicara soal PKS yang selalu memainkan narasi ideologisnya melawan pemerintah, termasuk kepada paslon Prabowo-Gibran.
"Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Mahfuz dalam keterangannya, Senin (29/4/2024).
Mahfuz juga mengungkit serangan PKS kepada Prabowo-Gibran yang sangat ideologis dan menyerang sosok Presiden dan Wapres terpilih tersebut.
"Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," kata Mahfuz.
Mahfuz lalu mengingatkan publik dengan narasi yang pernah muncul dari kalangan PKS.
Baca juga: Ditolak Gelora Gabung Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Oposisi atau Koalisi: Kami Punya Pengalaman
Menurutnya, PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," tandasnya.