News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Soal Putusan MA, Pengamat Hukum UGM: Mestinya Pengadilan Menghindari Diri Terlibat Politik Elektoral

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung Mahkamah Agung - Pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona merespons Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait aturan syarat batas usia minimal calon kepala daerah. Ia mengatakan, Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 tersebut mengacaukan ketentuan mengenai persyaratan pencalonan banyak jabatan publik

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona merespons Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait aturan syarat batas usia minimal calon kepala daerah.

Yance mengatakan, Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 tersebut mengacaukan ketentuan mengenai persyaratan pencalonan banyak jabatan publik. 

Menurutnya, kuat dugaan putusan yang janggal seperti ini karena ada seseorang yang hendak diakomodasi kepentingannya.

"Seperti skandal Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) 90 yang digunakan untuk memberikan keistimewaan kepada Gibran maju sebagai calon wakil presiden," kata Yance, saat dihubungi, Jumat (31/5/2024).

Ia menyebut, hal ini bukan pertama kali terjadi. Lanjutnya, seharusnya pengadilan membatasi diri untuk terlibat dalam proses politik elektoral.

"Karena hal ini akan membuat pengadilan menjadi alat dan bagian dari strategi politik elektoral kelompok tertentu," jelasnya.

Kemudian, Yance mengatakan, berdasarkan pengalaman pengadilan di Amerika Serikat, semestinya pengadilan menghindari diri untuk terlibat dalam proses pengujian peraturan yang akan mengubah aturan pemilu atau pilkada. Hal ini disebut dengan the Purcell Principle.

Baca juga: Direktur DEEP Indonesia : Putusan MA Muluskan Langkah Kaesang Pangarep Ikut Pilkada

"Jadi kalau mau melakukan perubahan tidak diberlakukan terhadap tahapan pemilu/pilkada yang sedang berlangsung, namun diterapkan untuk proses setelahnya," ucapnya.

Sebagai contoh, Yance menyinggung hal itu telah diterapkan secara tepat pada Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang penghapusan atau penurunan ambang batas parlemen tidak diberlakukan terhadap pemilu 2024, tetapi pemilu 2029.

Lebih lanjut, pakar hukum tata negara UGM itu mengatakan, ublik akan semakin tidak percaya kepada pengadilan terutama dalam menangani kasus-kasus yang berdimensi politik dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan. 

Hal ini menandakan bahwa prinsip negara hukum kita semakin keropos karena pengadilan kehilangan independensi keberanian untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan. 

"Bahkan lebih parah, pengadilan menjadi bagian dari skenario konsolidasi kekuasaan para pemimpin yang tidak memiliki komitmen kuat untuk pelembagaan demokrasi," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Partai Garuda terkait aturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini