TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan Brigadir Ridhal Ali Tomi atau Brigadir RAT masih jadi sorotan psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Pengamatan Reza, polisi tampaknya menyimpulkan bunuh diri berdasarkan fakta misalnya rekaman CCTV.
Kemudian pihak yang menarik pelatuk senpi adalah Brigadir RAT sendiri.
"Yang jadi pertanyaannya, apakah karena pelatuk ditarik RAT sendiri, maka serta-merta dan mutlak itu adalah bunuh diri? Kan tentu tidak," kata Reza Indragiri Amriel dalam keterangan, Kamis (2/5/2024).
Reza membayangkan Brigadir RAT memang memegang senpi di dekat kepala tanpa niat ditembakkan.
"Tiba-tiba petir menggeledek, RAT kaget, pelatuk ditarik. Mati. Itu kecelakaan, bukan bunuh diri," katanya.
Baca juga: Sosok Kapolres dan Kasatlantas Manado Terancam Dicopot dari Jabatannya Terkait Kematian Brigadir RAT
Reza mengatakan, RAT memang menarik pelatuk namun bila dilakukan karena intimidasi maka bunuh diri bukanlah kasus tunggal.
"Ada pihak lain yang harus diuber polisi. Cek pasal 345 KUHP. Jadi, sebab-musabab jari RAT menarik pelatuk perlu dicari tahu," katanya.
Dari sudut psikologi forensik, kata Reza kematiannya baru bisa disimpulkan sebagai bunuh diri hanya jika terpenuhi tiga syarat.
Pertama, perbuatannya sepenuhnya sukarela (voluntary), kedua niatnya menarik pelatuk semata-mata untuk bunuh diri. Bukan melukai atau pun membuat cacat, misalnya dan ketiga, pemahaman yang bersangkutan bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan kematian.
"Untuk menjawabnya secara lengkap, butuh otopsi psikologi forensik tapi masalahnya kali ini psifor justru tak dilibatkan," katanya.
Tutup kasus kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi
Polres Metro Jakarta Selatan resmi menutup kasus kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi setelah menyimpulkan bahwa anggota Satlantas Polresta Manado itu tewas akibat bunuh diri.
"Memang kami sudah simpulkan bahwa kejadian ini resmi bunuh diri. Sehingga kami anggap perkara ini kami tutup, selesai," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
Bintoro menuturkan, Polres Metro Jakarta Selatan berkolaborasi dengan tim kedokteran forensik RS Polri dan Puslabfor Polri dalam menyelidiki kasus ini.
Ia pun memastikan proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara profesional dan berjalan sesuai prosedur.
Baca juga: Butuh tenaga kerja terbaik untuk bisnismu? Cari di sini!
"Insya Allah sebagaimana yang menjadi amanat dari Bapak Kapolri pada kami, kami secara profesional dan secara prosedural kami laksanakan semoga ini kami bisa memberikan yang terbaik buat masyarakat," ujar dia.
Puslabfor Polri memastikan tidak ada DNA orang lain di dalam mobil Toyota Alphard yang ditumpangi Brigadir Ridhal saat anggota Satlantas Polresta Manado itu mengakhiri hidupnya.
Ini diketahui setelah Tim Puslabfor melakukan pemeriksaan secara menyeluruh di dalam mobil Alphard, mulai dari DNA, balistik, dan gunshot residu (GSR).
"Waktu pemeriksaan TKP kami laksanakan pada tanggal 27 april 2024 jam 14.00 sampai jam 17.00," kata Kompol Irfan.
Irfan menjelaskan, pengambilan sampel DNA dilakukan pada pintu sopir bagian dalam, tombol pengaturan jendela sopir, setir mobil, dan darah korban yang ada di jok sopir.
"Juga kami melakukan pengambilan jelaga atau GSR yang berada pada jok mobil, jendela, serta ada sopir juga ada bekas tembak di bagian plafon atas mobil di dekat sopir maksudnya di bagian jok sopir," ujar dia.
Hasilnya, seluruh sampel yang diambil dinyatakan cocok dengan profil DNA Brigadir Ridhal.
"Jadi, dengan demikian, kami tidak menemukan pada senjata api maupun pada selongsong peluru yang menjadi barang bukti, juga di bagian mobil dekat sopir itu tidak ada profil DNA orang lain," ungkap Irfan.
"Adanya profil korban yang kami ambil dari sampel darah korban yang ada di jok," imbuh dia.