TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti perputaran uang di sebuah partai politik (parpol), terutama menjelang pemilu. Jika penerimaan tersebut berasal dari iuran kader parpol itu sendiri, dana yang terkumpul paling banyak hanya Rp 22 miliar setahun.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan, mengatakan baik kader sampai bendaharanya sekalipun dari sebuah parpol, tak mengetahui kemana saja arus kas yang keluar masuk parpol. Dari hasil riset ICW, kata Ade, bendahara sebuah parpol bukan orang yang mengerti keuangan namun yang bisa mengumpulkan uang.
"Saya tanya sama bendahara parpol, bikin acara besar di hotel. Siapa yang menyumbang, tidak dicatat. Hanya dicatat di kepala Ketua Umumnya saja. Dia bilang ada yang menyumbang, terima beres," kata Ade di hotel Akmani, Selasa (11/3/2014).
"Total penerimaan parpol di Indonesia, miskin-miskin. Dari riset kami, paling banyak Rp 22 miliar setahun. Bandingkan dengan kegiatan mereka yang mewah. Bahkan ada laporan keuangan partai cuma Rp 1 miliar setahun," bebernya lagi.
Ade menilai hal ini menyebabkan parpol bisa dikuasai oleh pengusaha yang memiliki modal. Pasalnya, penerimaan parpol diluar dana pihak ketiga hanya iuran anggota dan pemasukan dari konstituen.
"Selebihnya sumbangan dari pihak ketiga. Kebanyakan dari perusahaan yang punya kepentingan dengan petinggi partai yang punya jabatan publik. Dari hasil investigasi kami, pengusaha memang diminta menyumbang ke partai," tuturnya.