TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan penghargaan Tasrif Award 2016 kepada dua kelompok masyarakat. Tasrif Award diberikan kepada individu/kelompok/lembaga yang gigih menegakkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan nilai-nilai keadilan serta demokrasi. AJI Indonesia membangun tradisi penghargaan Tasrif Award untuk menghidupkan semangat Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia itu memperjuangkan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat.
Dua kelompok penerima anugerah Tasrif Award 2016 adalah Forum LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseksual dan Queer) yang terdiri dari sejumlah organisasi, individu dan kelompok yang memperjuangkan LGBT di Indonesia. Penerima kedua, kelompok International People Tribunal (IPT) 1965 yang terdiri dari komunitas para korban, peneliti, advokat, praktisi hukum dan sejumlah organisasi yang peduli pada tragedi 1965 sebagai pemenang penghargaan Tasrif Award 2016.
Keputusan memberi anugerah terhadap dua kelompok itu merupakan hasil penilaian dewan juri Tarif Award 2016 yang terdiri dari Nezar Patria (anggota Dewan Pers), Ignatitus Haryanto (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan/ LSPP) dan Luviana (Penerima Tasrif Award 2013). "Kami berharap penghargaan kepada dua kelompok ini akan mengarahkan kita pada suatu penghormatan lebih besar kepada pesan yang disuarakan oleh kelompok tersebut, dan juga sebagai upaya menuju rekonsiliasi nasional," ujar Nezar Patria dalam malam resepsi 22 tahun AJI, Jumat (26/8/2016) malam.
Dalam sambutan sebelum pengumuman, dewan juri berharap penghargaan Tasrif award 2016 menjadi penyemangat dua kelompok penerima penghargaan agar terus berjuang dalam hal persamaan hak. Selain itu juga dalam hal mendapatkan informasi yang utuh tentang tragedi di masa lalu terutama bagi pendewasaan kita sebagai sebuah bangsa berdaulat dan beradab seperti yang dicita-citakan para pendiri Republik Indonesia.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang hadir dalam acara malam resepsi HUT AJI itu memaknai penghargaan sebagai sebuah bentuk pengakuan terhadap komunitas, saudara-saudara sebangsa yang punya kondisi berbeda. "Yang butuh perhatian, pengayoman, tanpa memperhatikan perbedaan agama, filosifis. Tetapi sebagai sesama saudara sebangsa, kita harus tergerak membantu persoalan yang mereka hadapi," kata Lukman Hakim Saifuddin usai acara.
Lukman juga menanggapi pidato para pemenang sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Salah satu yang berpidato adalah Abhipraya Ardiansyah yang terlahir sebagai seorang perempuan. Saat Abhipraya berpidato, Menteri Agama tampak turut mendengarkan. "Ketika usia 21 tahun, saya menemukan istilah yang menjelaskan keadaan saya transgender," ujar Abhipraya Ardiansyah.
Di tengah pidato Abhipraya menyapa langsung Menteri Agama dan menyampaikan upaya kriminalisasi yang tengah sedang didengungkan terhadap kelompok LGBT melalui mekanisme Mahkamah Konstitusi. "Kalau undang-undang itu disahkan pak kita semua akan masuk penjara," kata Abhipraya Ardiansyah.
Menteri Agama juga turut menyaksikan pidato berupa testimoni Kanza Vina, seorang waria dari Forum LGBTIQ. Kanza Vina bercerita pengalaman hidupnya sejak menjadi bahan ejekan, terpisah dari keluarga hingga menjadi pekerja seks. Kanza kemudian bercerita hingga kini dia bergabung Forum LGBTIQ dan ikut dalam perjuangaan demokrasi dan kebebasan.
Seusai acara penganugerahan, Menteri Agama Lukmah Hakim Saifuddin berbincang dengan sejumlah perwakilan IPT 1965. Mereka kemudian berfoto bersama Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar dan Menteri Kominfo Rudiantara.