Sebanyak 1.000 ton garam industri yang diimpor itu dikemas dalam kemasan 400 gram dengan merek Garam cap SEGI TIGA G dan dijual untuk kepentingan konsumsi. Adapun sisanya 74.000 ton diperdagangkan atau didistribusikan kepada 45 perusahaan lain.
Penyimpangan importasi yang dilakukan oleh PT Garam ini diduga untuk menghindari pajak biaya masuk sebesar 10 persen. Akibatnya, kerugian negara sementara sebesar Rp3,5 miliar akibat hilangnya biaya masuk tersebut.
Sebelum importasi garam industri tersebut dilakukan, PT Garam melakukan kesepakatan penjualan garam konsumsi kepada 45 perusahaan, dan perusahaan tersebut harus melakukan pembayaran di muka dengan harga garam konsumsi.
Namun ternyata garam yang diberikan kepada 45 perusahaan tersebut adalah garam industri. Dengan kata lain PT Garam membeli garam industri, kemudian menjual dengan harga garam konsumsi.
Hal ini merugikan 45 perusahaan tersebut, karena pihak perusahaan harus membayar dengan harga garam konsumsi namun menerima garam industri.
Sebenarnya ke-45 perusahaan tersebut dapat juga melakukan importasi garam industri tanpa melalui PT Garam, namun jika ingin garam konsumsi harus melalui PT Garam.
Harga garam industri yang diimpor PT Garam sekitar Rp460/Kg, kemudian PT Garam menjual dengan harga garam konsumsi seharga Rp935-1.100/Kg.
Berdasarkan dokumen importasi, PT Garam membayar garam industri yang impornya sebesar Rp 31 miliar. Dan kemudian mereka menjual kepada 45 perusahaan dengan total harga Rp 71 miliar.